STORI

Lahirnya Sang Penakluk, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur

MONITOR – Tepat 7 September 1940 atau 78 tahun silam, pasangan Wahid Hasyim dan Solichah dikaruniai seorang anak pertamanya di Jombang, Jawa Timur. Anak lelaki kebanggaan itu kelak menjadi orang besar di Indonesia dan bahkan memimpin negeri ini. Dia lah cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hasyim Asy’ari yang dinamai Abdurrahman Wahid atau yang dikenal dengan Gus Dur.

Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil atau ‘Sang Penakluk’, dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. ‘Gus’ adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada anak kiai.

Kembali, ke soal waktu kelahiran Gus Dur. Ada kisah unik yang mewarnai tanggal lahir pria penyuka humor itu. Meski Gus Dur lahir pada 7 September, sejumlah orang sering merayakan hari ulang tahun Gus Dur pada 4 Agustus. Tak heran maka jika diingat, setiap 4 Agustus, peringatan Hari Lahir (harlah) Gus Dur kerap dilakukan Gusdurian untuk mengenang sang “Bapak Bangsa” itu.

Presiden RI ke 4 ini pun membeberkan soal perbedaan tanggal lahirnya itu dalam sebuah wawancara yang diangkat Harian Kompas pada 8 Agustus 1990, silam. Aneh tapi nyata, Ibunda Gus Dur ternyata tidak tahu persis kapan anaknya lahir.

“ltu sebabnya saya tidak heran kalau orang-orang pada bingung kapan tepatnya saya lahir. Karenanya, terserah penafsiran oranglah,” ujar Gus Dur tersenyum sambil menyebut tanggal lahirnya adalah 4 Agustus 1940.

Bulan delapan nyatanya belum tentu pula jatuh pada bulan Agustus. Pasalnya, yang diingat Gus Dur dia lahir di bulan Sya’ban menurut penanggalan Islam. Tahun kelahirannya pun diragukan. Hal ini karena Gus Dur sempat menuakan diri satu tahun untuk masuk sekolah.

Tak pastinya tanggal lahir Gus Dur ini karena buku doa yang berisi tanggal lahirnya hilang saat perang.

“Ayah saya (Wahid Hasyim) ikut perang sehingga buku itu terceceh entah ke mana,” ujarnya terkekeh.

Semasa kecil, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Pada usia belasan tahun Gus Dur telah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel dan buku-buku. Di samping membaca, beliau juga hobi bermain bola, catur dan musik.

Jika ditelusuri, ada segudang cerita unik yang mengiringi langkah Gus Dur dari mulai menjadi Ketua Umum PBNU, tokoh pluralis yang dicintai berbagai etnis dan suku di Indonesia, seorang yang humoris, hingga orang nomor satu negeri ini.

Ia pun pernah menjadi jurnalis, menulis untuk Tempo dan Kompas. Artikelnya diterima baik dan mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial.

Hingga akhirnya pada tahun 1968 silam, Gus Dur pun menemukan tambatan hatinya dan menikah dengan Sinta Nuriyah pada tahun 1968, dikaruniai empat orang anak, yakni Alissa Qotrunnada, Zanubba Ariffah Chafsoh (Yenny), Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari.

Dikenal sebagai seorang ulama, guru bangsa, reformis, cendekiawan, pemikir, dan pemimpin politik Indonesia. Gus Dur menggantikan BJ Habibie sebagai Presiden RI setelah dipilih MPR hasil Pemilu 1999. Dia menjabat Presiden RI dari 20 Oktober 1999 hingga Sidang Istimewa MPR 2001.

Gonjang-ganjing dan kemelut dunia politik diselami Gus Dur dengan penuh canda. “Gitu aja kok report”, kalimat itu yang dikatakan kata Gus Dur tiap kali menghadapi masalah.

Pada masanya, Gus Dur juga memiliki sejumlah prestasi yang mengagumkan, yaitu

Pada 1993, Gus Dur menerima Ramon Magsaysay Award, penghargaan cukup prestisius untuk kategori kepemimpinan sosial. Dia dinobatkan sebagai “Bapak Tionghoa” oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, pada 10 Maret 2004.

Pada 11 Agustus 2006, Gadis Arivia dan Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan Pers 2006. Gus Dur dan Gadis dinilai memiliki semangat, visi, dan komitmen dalam memperjuangkan kebebasan berekpresi, persamaan hak, semangat keberagaman, dan demokrasi di Indonesia.

Ia mendapat penghargaan dari Simon Wiethemthal Center, sebuah yayasan yang bergerak di bidang penegakan HAM karena dianggap sebagai salah satu tokoh yang peduli persoalan HAM. Gus Dur memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los Angeles karena Wahid dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas.

Dia juga memperoleh penghargaan dari Universitas Temple dan namanya diabadikan sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.

Gus Dur wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45 WIB pada usia 69 tahun. Beliau dimakamkan secara kenegaraan yang dipimpin langsung oleh Presiden RI di kompleks Pondok Pesantren Tebuireng pada tanggal 31 Desember 2009.

7 September 2018, selamat ulang tahun Gus Dur!

Recent Posts

Pendaftaran Kompetisi Robotik Madrasah Dibuka Hingga 25 Oktober

MONITOR, Jakarta - Direktorat Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam Kementerian…

52 menit yang lalu

PVRI: Reformasi Polri Harus Libatkan Unsur Masyarakat

MONITOR, Jakarta - Lembaga kajian dan penelitian demokrasi Public Virtue Research Institute (PVRI) menyerukan agar…

1 jam yang lalu

Menperin: Indonesia dan Turki Susun Peta Jalan Perkuat Kerja Sama Industri Strategis

MONITOR, Jakarta - Indonesia dan Turki menegaskan kembali komitmennya untuk terus memperkuat kerja sama yang…

2 jam yang lalu

Ribuan Warga Nikmati 15.000 Porsi Makan Gratis di Jakarta

MONITOR, Jakarta - Suasana meriah dan penuh kebersamaan terasa di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat,…

5 jam yang lalu

Kemenag Gelontorkan Rp34,3 Miliar Anggaran PPG bagi 42.878 Guru di Sekolah

MONITOR, Jakarta - Ditjen Pendidikan Islam menjakin kerja sama dengan 46 Lembaga Pendidik dan Tenaga…

6 jam yang lalu

HIMAPOL UIN Jakarta Peduli Kemanusiaan, Gelar Kampanye Politik di Jakarta

MONITOR, Jakarta - Himpunan Mahasiswa Politik (HIMAPOL) UIN Jakarta menggelar kampanye damai dengan long march…

12 jam yang lalu