MONITOR, Jakarta – Ketua Setara Institute Hendardi menilai gerakan #2019GantiPresiden merupakan aspirasi politik warga negara yang disuarakan di ruang-ruang terbuka. Tujuannya kata dia, jelas untuk mempengaruhi pilihan warga negara pada kontestasi politik pemilihan presiden 2019.
“Secara normatif, aspirasi tersebut merupakan hal biasa saja, bahkan penyampaiannya di muka umum merupakan hak yang dijamin oleh konstitusi,” kata Hendardi, dalam keterangan persnya, Senin (27/8).
Namun adanya pelarangan terhadap gerakan tersebut, dikatakan Hendardi, justru menunjukkan respon pemerintah terlihat sangat berlebihan dalam menyikapinya.
“Pelarangan yang berlebihan atas aksi tersebut, pada batas-batas tertentu bertentangan dengan semangat konstitusi dan demokrasi,” terangnya.
“Tindakan aparat keamanan yang melarang beberapa acara tersebut dapat dibenarkan, jika betul-betul terdapat alasan obyektif yang membenarkannya,” tambah Hendardi.
Diantara alasan-alasan obyektif yang dimaksud adalah, berkaitan dengan instabilitas keamanan, potensi pelanggaran hukum baik dalam terkait konten kampanye yang oleh beberapa pakar bisa dikualifikasi makar, pelanggaran hukum pemilu, khususnya larangan penyebaran kebencian dan permusuhan, maupun dalam konteks waktu kampanye.
Hendardi menjelaskan, penggunaan alasan-alasan tersebut merupakan hak subyektif institusi keamanan yang bertolak dari analisis situasi dan potensi destruktif lainnya dan dibenarkan oleh UU 9/1998 dan peraturan turunannya.
“Sebagai hak subyektif, maka jika masyarakat tidak menerima langkah pembatalan, maka bisa mempersoalkannya melalui mekanisme hukum,” tegasnya.