MONITOR, Jakarta – Masuknya institusi TNI/Polri dalam agenda mensosialisasikan pencapaian program kerja pemerintah tengah jadi sorotan. Pasalnya, fenomena tersebut seolah mengingatkan publik pada Dwi Fungsi TNI/Polri di masa Soeharto.
“Permintaan Jokowi dalam batas-batas tertentu bisa dikualifikasi sebagai pelanggaran UUD Negara RI Tahun 1945,” ujar Ketua Setara Institute, Hendardi, kepada MONITOR, Jumat (24/8).
Sebagaimana diketahui, pada pasal 30 ayat (3) dan (4) UUD ditegaskan bahwa TNI adalah alat pertahanan negara, sedangkan Polri adalah aparat keamanan dan penegak hukum. Hubungan presiden dengan TNI dan Polri merupakan hubungan kenegaraan dalam kapasitasnya sebagai Kepala Negara.
Hendardi menilai apabila TNI dan Polri diminta mensosialisasikan kinerja pemerintah, maka kedua institusi ini bisa dianggap melanggar konstitusi.
“Dua institusi ini bukanlah anggota kabinet yang berkewajiban mensosialisasikan kinerja pemerintah. Bahkan, untuk memastikan netralitas anggota, TNI/Polri hingga kini belum diberi hak pilih oleh perundang-undangan Indonesia,” terang Hendardi.
Meskipun ia mengamati, Jokowi kemungkinan punya maksud lain dengan pernyataan itu. Namun tanpa penjelasan lebih detail, kata dia, pernyataan Jokowi akan mengundang kontroversi yang justru akan melemahkan kepemimpinan Jokowi dalam menjaga integritas sistem ketatanegaraan.
“Jadi, sebaiknya Jokowi memberikan penjelasan lebih detail, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan baru di tahun politik,” tegas dia.