PEMERINTAHAN

Indonesia Dinilai Belum Merdeka dari Impor

MONITOR, Jakarta – Indonesia tengah dijatuhi hukuman internasional oleh World Trade Organization (WTO). Hal ini dipicu oleh pelarangan impor buah-buahan Amerika Serikat, seperti apel, bawang, anggur, kentang, jus, bunag, buah kering, sapi, ayam, hingga daging sapi ke dalam negeri.

Merasa dirugikan atas kebijakan itu, Amerika lantas mengajukan gugatan ke WTO. Terlebih upaya banding Indonesia ke WTO kalah, dan Amerika memenangi tuntutan tersebut.

Selanjutnya, WTO memberikan hukuman denda kepada Indonesia sebesar USD 350 juta, atau setara dengan Rp. 5 Triliun dengan denda setiap tahun yang berubah-ubah dan kemungkinan denda meningkat.

Koordinator ALASKA (Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran), Adri Zulpianto, menilai kebijakan pemerintahan Jokowi sudah berada dalam koridor yang tepat.

“Jokowi telah membangun swasembada pangan, dan menghidupkan petani juga peternak Indonesia. Penolakan impor buah, ayam, sapi tersebut merupakan langkah tepat untuk mendukung ekonomi lokal Indonesia,” ujar Adri dalam keterangan tertulis yang diterima MONITOR, Kamis (9/8).

Meski demikian, ia menilai Indonesia masih belum bisa melepaskan diri dari kebijakan impor dari beberapa negara, misalnya impor beras dari Vietnam, gula dari Thailand, anggur dari China, dan vaksin dari India. Import tersebut menurut data BPS naik signifikan sebesar 88% pada bulan Mei 2018 dibandingkan pada bulan April 2018, serta naik 34,01% dibandingkan bulan April 2017.

“Indonesia belum merdeka dari impor. Lepas dari Amerika, Indonesia berpindah haluan ke China. Menghindari persaingan ekonomi Amerika-China, bukan berarti Indonesia harus melanggar perjanjian dagang oleh Amerika, yang justru malah dituntut ganti rugi oleh Amerika, pelanggaran ini malah menambah kerugian negara di tengah kebutuhan Indonesia terhadap dollar guna mendongkrak devisa negara untuk membayar hutang,” terangnya.

Selanjutnya Adri menilai, kegiatan impor pemerintah merupakan kegagalan Indonesia dalam mengelola kekayaan alam Indonesia. “Ini telah menyakiti hati masyarakat petani dan peternak di Indonesia, yang lebih menyakitkan lagi adalah ketika beban biaya import tersebut juga menggunakan uang rakyat yang didalamnya terdapat uang para petani dan peternak,” tandasnya.

Recent Posts

DPR Tegaskan Sejarah Bangsa Tidak Boleh Dirombak tetapi Dimutakhirkan

MONITOR, Jakarta - Wacana penulisan ulang sejarah Indonesia akhir-akhir ini mencuat dan menuai perdebatan. Menanggapi…

2 jam yang lalu

MK Dinilai Bertransformasi Jadi Lembaga Ketiga Pembentuk UU

MONITOR, Jakarta - Langkah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan adanya Pemilu tingkat nasional dan Pemilu lokal…

5 jam yang lalu

Kemenag Luncurkan Gerakan Sadar Pencatatan Nikah

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) meluncurkan Gerakan Sadar (Gas) Pencatatan Nikah dalam rangkaian kegiatan…

8 jam yang lalu

Prajurit TNI Lumpuhkan Tokoh OPM Enos Tipagau di Intan Jaya

MONITOR, Jakarta - Dalam suatu operasi terukur yang dilakukan pada Sabtu dini hari, 5 Juli…

10 jam yang lalu

Garap Bisnis Konveksi di Bandung, Ketum Ansor: BUMA Pecah Telor

MONITOR, Bandung - Badan Usaha Milik Ansor (BUMA) mulai bergeliat dengan membuka usaha konveksi di…

11 jam yang lalu

Balai Kementan Punya Inovasi Layanan Uji Laboratorium, Tingkat Kepuasan Masyarakat Langsung Melejit

MONITOR, Makassar - Balai Besar Veteriner (BBVet) Maros memperketat standar pelayanan publik melalui sistem digital…

13 jam yang lalu