MONITOR, Jakarta – Mantan Menteri Ekonomi era Presiden KH Abdurahman Wahid, Rizal Ramli mengatakan bahwa stabilitas ekonomi di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo sedang kurang sehat. Ia menyebut Menteri Keuangan Sri Mulyani telah membohongi rakyat dengan mengatakan ekonomi membaik.
“Selama ini menteri ekonominya Jokowi selalu membantah bahwa ekonomi kita gak ada masalah kok, sehat, tidak usah khawatir. Tetapi data-data yang digunakan itu kebanyakan selektif, ABS (Asal Bapak Senang) karena dalam kenyataannya seperti kami katakan berulang-ulang badan ekonomi kita lagi sakit, anti bodi kita sedang lemah,” kata Rizal saat diskusi bertajuk ‘Ancaman Krisis Ekonomi’ di Resto Pulau Dua, Senayan, Jakarta, Rabu (1/8).
Menurutnya, kondisi ekonomi Indonesia jika terkena virus sedikit saja seperti US Fed, maka akan berimbas krisis negara lain sehingga negara Indonesia langsung ikut-ikutan sakit dan babak belur ekonominya. Namun, jika saja kondisi ekonomi Indonesia kuat maka tidak akan terjadi defisit.
“Tapi kalau badan kita sehat anti bodi kita kuat apapun terjadi diseluruh indonesia paling kita kena flu doang,” ujarnya.
Ekonom senior ini, menjelaskan, yang menjadi indikator lemahnya perekonomian Indonesia saat ini disebabkan oleh neraca perdagangan yang menurun drastis diangka 1.6 Milliar dolar.
Bahkan, menurutnya defisit transaksi berjalan juga mengalami penurunan.
“Indikatornya itu, neraca perdangangan kita negatif 1.6 m dolar, defisit transaksi berjalan juga negatif,” imbuhnya.
Meski begitu, Rizal mengapresiasi apa yang sempat dinyatakan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo yang menyebut bahwa tahun 2018 negara telah mengalami defisit transaksi berjalan kita dengan minus 25 milliar dolar.
Kata dia, Perry sudah memperhitungkan harga oil, crued oil dan sebagainya.
“saya salut dengan Gubernur BI pak Perry berani mengatakan penilaian yang benar,” tukasnya.
Tak hanya itu, neraca pembayaran juga menjadi penyebab lainnya. Menurutnya, hal tersebut yang juga berimbas kepada para investor asing tidak menanamkan modalnya di Indonesia.
Sehingga hal tersebut yang menyebabkan BI menggelontorkan 12 Triliun hanya untuk menyelamatkan nilai tukar rupiah.
“itulah yang menjelaskan kenapa perusahaan asing pada kabur dari pasar modal indonesia, itulah yang menjelaskan kenapa perusahan asing tidak mau beli obligasi coorporate Indonesia, itulah yang menejalaskan BI menghabiskan 12 trilun agar rupiah dibawah 15 ribu, itulah yang menjelaskan kenapa indikator lainnya negatif,” tandasnya.