Muhammad Fadhli Pengamat Sepakbola
Ajang bergengsi Piala Dunia yang selalu menarik perhatian penduduk bumi menjadi satu kebanggaan tersendiri bagi setiap negara yang bisa ikut tampil. Untuk dapat menjadi salah satu dari 32 negara pesertanya tentu tidaklah mudah, babak kualifikasi begitu ketat harus dihadapi.
Sebagai bangsa Indonesia kita seperti sudah menisankan keinginan, seakan Indonesia tak layak tampil di ajang itu. Ironi, seperti di FIFA World Cup 2018 ini, kita menjagokan negara lain dan membelanya, sampai mau mengeluarkan biaya untuk mengoleksi bermacam merchandise dan mengenakan kaos tim negara itu.
Menyaksikan setiap pertandingan FIFA World Cup yang digelar setiap sekali empat tahun ini kita bisa menarik kesimpulan, bahwa banyak faktor yang membuat sebuah tim untuk bisa jadi pesertanya. Mulai dari skill permainan, fisik, tim yang solid, dukungan pemerintah, dan lainnya.
Meskipun bangsa Indonesia seakan telah menisankan keinginan Timnas dari negaranya untuk ikut Piala Dunia, namun bukan berarti Pemerintah tinggal menaburkan bunga. Justru pemerintah selalu berusaha menghidupkan terus kemungkinan itu, dengan memberikan perhatian dan dukungan nyata pada dunia persebakbolaan di Tanahair, baik dalam bentuk fasilitas, pendanaan, pelatihan, kaderisasi, dan berbagai bentuk dukungan moril dan materil lainnya. Tapi ini belum membuahkan hasil sesuai yang diinginkan.
Kita tahu, permainan sepakbola itu juga adalah adu kekuatan fisik, mental, dan sprint. Setiap tim yang ikut Piala Dunia sudah memiliki itu, bisa dikatakan Piala Dunia saat ini lebih pada adu strategi. Bagaimana otak akan bisa diadu ketika fisik dan mental belum mendukung?
Membahas fisik tentu akan merujuk pada postur dan stamina atlitnya. Dan ini sangat erat kaitannya dengan ras. Selama ini rekrut permain untuk Timnas bertujuan baik, dari liga untuk melahirkan pemain yang layak dipilih. Tim yang berlaga berasal dari berbagai provinsi di Indonesia, mencerminkan keadilan dan Bhineka Tunggal Ika.
Kita juga tahu, Indonesia dihuni oleh beberapa ras, di antaranya; Negro Melanesia, Mongoloid Melayu, keturunan asing. Ras campuran secara fisik tidak sekuat ras murni.
Di Indonesia ras negro melanesia diklasifikan sebagai ras yang memiliki tubuh yang tegap, dan lebih tinggi. Mayoritas mereka menghuni Papua, Maluku, dan Riau. Secara fisik mereka lebih kuat.
Jika dari orang-orang dari ras negroid melanesia ini direkrut dan dibina, dengan penanganan khusus dan beradaptasi pada stereotip agar sejalan dengan regulasi yang ada dalam dunia persebakbolaan, akan jadi peluang besar bagi Indonesia untuk ikut Piala Dunia.
MONITOR, Jakarta - Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan (Noel) mengajak karyawan PT Indonesia…
MONITOR, Jakarta - Pertamina Eco RunFest 2024 menyalurkan donasi kemanusiaan senilai Rp3,5 miliar untuk Palestina.…
MONITOR, Makkah - Menteri Agama RI Nasaruddin Umar mengajak ribuan jemaah umrah untuk mendoakan Indonesia.…
MONITOR, Jakarta - Pertamina Eco RunFest 2024 resmi berlangsung pagi ini di Istora Senayan Jakarta…
MONITOR, Minahasa - Anggota Bawaslu Herwyn JH Malonda mengingatkan tanggal 24 November 2024 sudah memasuki…
MONITOR, Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. kembali menorehkan prestasi dengan meraih Penghargaan Emas…