MONITOR, Jakarta – Mohammad Nuruzzaman menyatakan keluar dari Partai Gerindra karena geram dengan cuitan Waketumnya, Fadli Zon, soal Yahya Cholil Staquf. Namun Gerindra menganggap itu hal yang wajar.
“Adanya kader yang keluar dan mundur dari gerakan perjuangan seperti Gerindra adalah hal yang wajar. Karena memang perjuangan ini tidak menjanjikan sesuatu yang instan seperti pangkat, jabatan atau kedudukan,” kata Ketua DPP Gerindra Bidang Hukum Habiburokhman dalam keterangannya yang diterima MONITOR, Rabu (13/6).
Menurutnya, kegeraman Nuruzzaman terhadap komentar politis Fadli soal Yahya Staquf tak tepat. Pasalnya, protes kepada Fadli juga datang dari berbagai pihak.
“Kalau soal tuduhan terhadap Bang Fadli yang dianggap berkomentar politis soal Yahya Staquf, menurut saya juga tidak tepat. Pak Yahya ini diprotes bukan hanya oleh Bang Fadli, tetapi juga banyak tokoh dari partai lain,” tuturnya.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti pernyataan Nuruzzaman yang menyebut Jakarta adalah kota yang paling intoleran. Habiburokhman menyebut, pernyataan tersebut tak memiliki ukuran yang jelas.
“Yang aneh adalah ketika dia menyebut Jakarta sebagai kota paling intoleran. Tidak jelas ukurannya apa,” sebut Habiburokhman.
“Mari bandingkan Jakarta dengan belasan kota di Eropa yang melarang penggunaan jilbab, atau untuk dalam negeri kita bisa bandingkan Jakarta dengan kota dimana ada penggerudukan dengan senjata tajam terhadap tokoh yang dianggap berbeda pendapat,” sambungnya.
Sebelumnya, pengunduran diri Nuruzzaman dari Gerindra diumumkan melalui media sosial Twitter pada Selasa (12/6) kemarin. Penguduran diri tersebut tertulis dalam sebuah surat yang dilayangkan kelada kepada Ketum Gerindra Prabowo Subianto.