MONITOR, Jakarta – Informasi Hoaks semakin hari sangat mudah mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia, melalui media sosial. Terlebih jika masyarakat tak membiasakan pola berpikir konstruktif dalam menanggapi sebuah isu, akan semakin gampang terprovokasi informasi yang kurang akurat.
Terkait hal ini, Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) Hendra J Kede mengatakan apabila publik sudah bisa meningkatkan pertanyaan di dalam dirinya, maka akan menghasilkan rasa keingintahuannya untuk langsung melakukan kroscek atas kebenaran informasi yang diterimanya tersebut.
“Masyarakat informasi yang mampu mengkonstruksikan pertanyaan terhadap seluruh informasi yang diterimanya kemudian mencoba melakukan cek and ricek dengan mengkomparasi data dan informasi di badan publik yang dia percaya,” ujar Hendra dalam acara forum diskusi bertajuk ‘Keterbukaan Informasi Publik UU KIP Dalam Mendorong Kerja Jurnalistik, Jumat (4/5).
Menurut dia, bila publik sudah bisa menerapkan rasa kritisnya terhadap suatu berita atau informasi yang diterimanya, maka sesungguhnya penyebaran hoaks tidak akan terjadi.
“Kalau masyarakat sudah terbentuk seperti itu, maka sesungguhnya hoaks tidak akan laku lagi, terlepas siapa yang memproduksi hoaks itu,” sebut dia.
Dengan demikian, sambung Hendra, ketika masyarakat sudah dapat melakukan konparasi terhadap informasi yang diterima, maka itu lah yang kemudian disebut sebagai ‘Masyarakat Informasi Indonesia’ yang saat ini tengah dibentuk.
Sebab, masih kata dia, dalam komisi informasi memiliki peranan aktif dalam mengawal informasi yang diterima publik agar tidak merusak tatanan masyarakat . Apakah itu terkait informasi baik yang dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.
“Meski kebijakan tersebut belum maksimal, dan komisi informasi berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik itu sesungguhnya bertanggung jawab untuk membentuk bagaimana model masyarakat demokrasi yang akan dibangun di Indonesia dengan perspektif transparansi,” tandasnya.