EKONOMI

Pemerintah Harus Introspeksi terkait Melemahnya Nilai Tukar Rupiah

MONITOR, Jakarta – Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat di kisaran Rp13.900 dan hampir mencapai Rp14.000 terus menuai perhatian publik. Tak terkecuali anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan.

Heri menilai, lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar tidak serta merta dikarenakan faktor Internasional.

“Pemerintah tak boleh terus-terusan menggeser kesalahan internal menjadi faktor eksternal dan bukan juga dipolitisir. Ini bukan melulu karena kebijakan The Fed, tapi juga karena pengelolaan domestik yang keliru,” kata Heri dalam keterangan tertulisnya yang diterima MONITOR, Kamis (26/4).

Ia melihat ada pengelolaan yang keliru di internal, seperti account defisit, primary balance defisit hingga service payment defisit.

“Hal tersebut bermula dari kesulitan pemerintah menghindari atau menekan defisit keseimbangan primer (primary balance defisit) yang berimbas kepada defisit APBN (account defisit) dan defisit pembayaran,” terangnya.

Heri menjelaskan, utang Indonesia yang jatuh tempo sekitar Rp800 triliun pada tahun ini dan tahun depan telah menjadi penyebab defisitnya keseimbangan primer nasional. Di sisi lain, kata dia, pertumbuhan realisasi penerimaan pajak dalam tiga tahun terakhir hanya empat persen, dan itu tidak sebanding dengan kenaikan kewajiban utang.

“Defisit keseimbangan primer itu disebabkan oleh defisit anggaran (account defisit) yang semakin lebar. Ketika defisit anggaran melebar, artinya ada belanja yang tidak bisa ditutupi oleh pendapatan negara,” paparnya

“Defisit itulah yang kemudian ditutup oleh penambahan utang baru, utang setiap tahun bertambah lebih dari Rp. 430 triliun,” sebut dia.

Masih dikatakan politikus Gerindra ini, terkait kondisi keseimbangan primer negatif atau defisit, pemerintah harus menerbitkan utang baru untuk membayar pokok dan bunga utang lama, atau gali lubang tutup lubang, utang pemerintah akhir Maret 2018 meroket jadi Rp.4.136 triliun dengan Tax Ratio 9.9%, turun setiap tahunnya.

Kondisi keseimbangan primer, sambung dia, merupakan total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang.

Sejak 2012 hingga 2017, ungkap Heri, keseimbangan primer terus mencatat defisit dengan nilai yang kian meningkat. Pada tahun ini, keseimbangan primer ditargetkan masih negatif atau minus 78,35 triliun rupiah.

“Pada ujungnya, defisit keseimbangan primer itu akan menguras habis cadangan devisa kita untuk membayar hutang (service payment defisit) sehingga berimbas pada rupiah yang makin terpuruk,” pungkas anggota dewan dari Dapil Jawa Barat IV itu.

Recent Posts

Ribuan Calon Jemaah Gagal Berangkat ke Tanah Suci, DPR Dorong Mekanisme Haji Furoda Masuk UU PIHU

MONITOR, Jakarta - Ribuan calon jemaah haji furoda Indonesia gagal berangkat ke tanah suci usai…

16 menit yang lalu

Pertamina NRE dan MGH Energy Sinergi Kembangkan E-fuels, Solusi Inovatif Dekarbonisasi Sektor Transportasi

MONITOR, Jakarta - Dekarbonisasi di sektor transportasi memerlukan solusi inovatif. Pertamina NRE berkolaborasi dengan perusahaan Perancis,…

54 menit yang lalu

Aturan Baru SEOJK 2025, Lifepal Siap Perkuat Literasi dan Akses Asuransi Masyarakat

MONITOR, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan serangkaian Surat Edaran OJK (SEOJK) 2025…

1 jam yang lalu

Tren Kasus Covid-19 di RI Naik, DPR Minta Pemerintah Perkuat Deteksi Dini dan Siaga Sistem Kesehatan

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetyani Aher meminta Pemerintah responsif dalam menghadapi…

2 jam yang lalu

Percepat Pembangunan Nasional, Kemenperin Bidik KIT

MONITOR, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendukung percepatan pembangunan dan penyebaran industri secara merata…

2 jam yang lalu

Jasamarga Transjawa Tol Kerjakan Pemeliharaan Jalan di Ruas Tol Jakarta-Cikampek

MONITOR, Bekasi - PT Jasamarga Transjawa Tol (JTT) melalui Representative Office 1 kembali melanjutkan kegiatan…

2 jam yang lalu