Categories: HUMANIORASOSIAL

Kejahatan Seksual terhadap Anak tidak semua disebut Pedofilia

MONITOR – Maraknya kejahatan seksual terhadap anak membuat banyak orang prihatin dan waspada khususnya bagi orang tua. Kejahatan seksual terhadap anak sendiri seringkali secara umum dinamakan Pedofilia. Padahal sebenarnya istilah tersebut tidak begitu tepat digeneralisir.

Pakar Psikologi Forensik dan Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri Amriel mengatakan ketika terjadi kontak seksual antara orang dewasa dan anak-anak (<18 tahun), sebutannya perlu dibedakan.

"Pedofilia jika korbannya adl anak-anak usia pra-pubertas. Hebefilia, anak-anak usia pubertas dan Efebofilia, anak-anak pasca-pubertas," kata Reza kepada MONITOR. Selasa (15/8).

Reza menambahkan, semua kejahatan kekerasan seksual terhadap anak yang dikelompokan dalam beberapa istilah tersebut berkonsekuensi hukum sama yakni pidana bagi pelaku, namun untuk kepentingan rehabilitasi, implikasinya bisa berlainan.

Pada hebefilia, misalnya. Korban yang berusia pubertas sedikit banyak sudah punya minat seksual. Sehingga perlu dicek apakah anak melakukan perlibatan aktif dalam interaksi seksual.

"Jika ya, mak sesungguhnya bukan hanya si predator, korban juga perlu direhabilitasi agar mampu mengendalikan dorongan seksual khas usia pubernya," terangnya.

Hal tersebut lanjut Reza kian relevan pada efebofilia, dimana individu yang mejadi korban adalah anak-anak (berdasarkan UU Perlindungan Anak) namun pada saat yang sama sudah memasuki usia boleh nikah (berdasarkan UU Perkawinan).

"Tiga pembedaan diatas juga menjadi dasar untuk memastikan apa yang sesungguhnya dilakukan si pemangsa. Perundungan, pelecehan seksual, ataukah rayuan (grooming)," teganya. 

Namun apapun itu, terkait dengan kejahatan seksual terhadap anak Reza menegaskan bahwa pelaku dewasa tetap harus dihukum pidana.

"Waspadai eskalasi perilaku: hari ini 'sebatas' sexting, tapi besok bisa saja naik kelas menjadi sentuhan danj seterunya hingga aksi pemangsaan berupa–maaf–persenggamaan," ungkapnya.

Untuk itu Reza berharap lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah, melakukan orientasi bagi siswa baru serta sosialisasi berkala bagi siswa lama yang memuat materi tentang UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak.

"Anak kudu dibikin melek hukum, mampu mengidentifikasi faktor resiko, sistem pengaduan, dan ketentuan sanksi, serta pemahaman akan ajaran agama dan moral," pungkasnya.

Recent Posts

Karhutla di Aceh dan Sumut, Puan Tekankan Penanganan Bencana Harus Preventif

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan keprihatinan atas bencana kebakaran hutan dan…

3 jam yang lalu

3 WNI Overstay Merampok di Jepang, DPR: Cerminan Pengawasan PMI Masih Banyak Lubangnya!

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi menyoroti kasus tiga Warga Negara Indonesia…

5 jam yang lalu

Panglima TNI Terima Kunjungan Kasad Singapura

MONITOR, Jakarta - Komitmen memperkuat kerja sama pertahanan antara Indonesia dan Singapura kembali ditegaskan melalui…

6 jam yang lalu

Menteri PU Respon Cepat Banjir Jabodetabek, Kerahkan Pompa Mobile di 14 Titik

MONITOR, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo merespon cepat penanganan banjir dan tanah…

9 jam yang lalu

Banyak Kasus Intoleransi, DPR: Beribadah adalah Hak Konstitusional dan Dilindungi Negara

MONITOR, Jakarta - Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menyoroti berbagai peristiwa intoleransi yang…

9 jam yang lalu

Kemendagri Siap Fasilitasi Integrasi Masjid, Termasuk dalam RPJMD

MONITOR, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan komitmennya untuk mendorong dan memfasilitasi penguatan peran…

11 jam yang lalu