Kamis, 18 April, 2024

Memahami Pentingnya Penguatan Pendidikan Karakter di Sekolah

MONITOR, Jakarta – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengundang banyak perhatian masyarakat Indonesia terkait kebijakannya dalam implementasi pendidikan formal utamanya di tingkat pendidikan dasar dan menengah yang banyak menimbulkan pro dan kontra. 

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah salah satunya. Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu begitu ngotot dengan programnya tersebut seraya menegaskan pentingnya PPK untuk reformasi pendidikan. 

Muhadjir bahkan menegaskan Penguatan karakter merupakan amanat Presiden kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sesuai nawacita yang harus segera diimplementasikan.

"Jadi, PPK ini merupakan pintu masuk untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh terhadap pendidikan kita," kata Muhadjir Effendy dalam Pembukaan Rapat Koordinasi dan Diskusi Kelompok Terpumpun Tim Implementasi PPK, di Jakarta, Jumat (7/7).

- Advertisement -

Sudah menjadi lumrah, kondisi pendidikan di Indonesia saat ini memang masih sangat jauh dari harapan. Output yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan di Indonesia pada umumnya memang masih seringkali mengutamakan pentingnya sebuah prestasi akademik berupa pengetahuan (kognitif). Karakter peserta didik dalam pendidikan formal kita memang masih dianak tirikan.

Kembali kepada kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter atau PPK. Benarkah kebijakan tersebut merubah sistem pendidikan yanh seringkali disebut "ganti Pemerintah, ganti kebijakan" atau justeru sekedar tambal sulam dari kebijakan dan sistem serta kurikulum yang sudah atau pernah ada seperti Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum 2013, dan lain-lain. 

PPK Jika kita mau melihat dan mendalami secara seksama, PPK sejatinya hanya memperkuat Kurikukum 2013 yang sudah memuat pendidikan karakter. Hanya saja penerapannya, dilakukan sedikit modifikasi intrakurikuler agar lebih memiliki muatan pendidikan karakter. Kemudian ditambahkan kegiatan dalam kokurikuler dan ekstrakurikuler.  

Nah, Integrasi ketiganya diharapkan Muhadjir dapat menumbuhkan budi pekerti dan menguatkan karakter positif anak didik.

"Prinsipnya, manajemen berbasis sekolah, lalu lebih banyak melibatkan siswa pada aktivitas daripada metode ceramah, kemudian kurikulum berbasis luas atau broad based curriculum yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber belajar," tutur Muhadjir.

Lima Hari Sekolah  

Salah satu yang menjadi sorotan kebijakan PPK adalah Terkait Peraturan Mendikbud (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 yang menurut Muhadjir tetap berlaku setelah sebelumnya Presiden Jokowi melalui KH. Ma'ruf Amin menyatakan perlunya kajian lebih mendalam terhadap kebijakan tersebut.

"Bukan dibatalkan, tapi ditingkatkan menjadi Perpres," ujar Muhadjir seraya menegaskan bahwa kebijakan tersebut dilaksanakan bertahap bagi sekolah-sekolah yang siap. Kemendikbud bersama Dinas Pendidikan terus melakukan monitoring dan evaluasi.

Muhadjir berpesan agar sekolah dapat mengoptimalkan sumber-sumber belajar yang tidak hanya berada di kelas atau lingkungan sekolah, namun juga banyak tersebar di luar sekolah. 

Diharapkannya, sekolah akan semakin terbuka dan mampu mengakomodasi keragaman dan kearifan lokal. Sekolah harus lebih fleksibel dan menjadi tempat yang menyenangkan.

Sementara itu, Merespon sekolah dan pemerintah daerah yang sukarela menerapkan PPK di tahun ajaran baru, Mendikbud menginstruksikan agar segera dibentuk tim asistensi di tingkat daerah. 

Diarahkannya agar tim tersebut dapat turun ke sekolah-sekolah membantu merancang pola koordinasi dan manajemen penyelenggaraan yang baik sesuai dengan kondisi di tiap satuan pendidikan.

"Tolong yang dibantu adalah yang benar-benar bersedia saja dulu, pesan Mendikbud.

Masa Depan dan Persaingan Global  

Salah satu faktor yang membuat Muhadjir yakin dengan Implentasi PPK adalah untuk menghadapi persaingan di masa depan anak-anak Indonesia.

Anak-anak Indonesia menurutnya harus memiliki keterampilan abad 21; yaitu memiliki kemampuan berpikir kritis dan analitis (critical thinking), kreatif dan inovatif (creativity), kolaboratif (collaboration), serta komunikatif (communication). 

"Jadi 4C itu harus menjadi bagian dari PPK, dan tentu konten utamanya adalah nilai-nilai Pancasila," tutur Muhadjir.

Demi menjawab tuntutan tersebut, tambah Muhadjir Guru menjadi faktor kunci keberhasilan pendidikan formal sehingga peningkatan profesionalisme dan kapasitas guru menjadi mutlak. 

"Saya ingin mengembalikan jati diri guru melalui PPK," ujar Muhadjir.

Untuk membangun Karakter, seorang guru harus melekat dengan anak didiknya. Dengan perbaikan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 menjadi PP Nomor 19 Tahun 2017, beban kerja guru untuk mengajar tatap muka sebanyak 24 jam per minggu tidak hanya dilakukan di kelas saja. Bahkan, menurutnya guru dapat memantau kegiatan anak sekolah yang membantu orang tuanya menjaga warung sepulang sekolah.  

"Guru tidak perlu lagi cari-cari jam tambahan mengajar di luar sekolahnya untuk memenuhi beban kerja mengajar. Dia harus bertanggungjawab terhadap perkembangan siswanya" pungkas Muhadjir.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER