Peringatan Hari Kartini tahun 2017 kali ini terasa istimewa bagi Isma Yatun, anggota baru Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI). Karangan bunga ucapan selamat yang ditujukan kepadanya, terjajar rapi di depan Gedung Mahkamah Agung pada Kamis (20/4) yang lalu. Ya, hari itu menjadi momentum bersejarah bukan hanya bagi Isma—sapaan akrabnya—tetapi juga bagi lembaga auditif BPK RI. Sejak didirikan pada 1 Januari 1947, baru kali ini kursi pimpinan BPK RI diisi oleh seorang sosok perempuan.
Pelantikan dan pengambilan sumpah Isma bersama dengan petahana Agung Firman Sampurna dipandu oleh oleh Ketua MA, Hatta Ali dan disaksikan oleh Ketua, Wakil Ketua, Anggota, serta pejabat teras BPK RI.
Selain itu, hadir pula Menteri Kabinet Kerja, Anggota DPR RI, para kepala daerah. Pelantikan keduanya dilakukan sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan Keputusan Presiden RI Nomor 47/P Tahun 2017 tentang Peresmian Pemberhentian Dengan Hormat dan Pengangkatan Anggota BPK.
Pengangkatan Anggota BPK ini berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 47/P Tahun 2017 tentang Peresmian Pemberhentian Dengan Hormat dan Pengangkatan Anggota BPK. Dalam keputusan ini, disebutkan bahwa Presiden meresmikan pemberhentian dengan hormat Agung Firman Sampurna dan Sapto Amal Damandari sebagai Anggota BPK periode 2012-2017 dan meresmikan pengangkatan Agung Firman Sampurna dan Isma Yatun sebagai Anggota BPK periode 2017-2022.
Dua pekan sebelumnya, dalam Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Senayan, tepatnya pada Selasa (11/4), Komisi XI DPR RI menetapkan Agung Firman Sampurna dan Isma Yatun sebagai Anggota BPK berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) bagi 26 calon anggota BPK yang ikut mendaftar.
Menurut Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir bahwa, dari 26 calon yang menjalankan uji kepatutan dan kelayakan, maka terpilihlah dua calon yang dianggap memenuhi kriteria.
“Berdasarkan hasil penghitungan suara terhadap 26 calon, Komisi XI menyepakati dua calon anggota BPK RI terpilih yang memperoleh suara terbanyak, yaitu Agung Firman Sampurna dengan memperoleh 31 suara dan Isma Yatun dengan memperoleh 29 suara,” kata Hafisz dalam laporannya di hadapan Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Selasa (11/4).
Fokus Pemeriksaan Kinerja
Dalam uji kepatutan di hadapan Komisi XI DPR RI pada Rabu (5/4), perempuan kelahiran Palembang tersebut memaparkan pentingnya BPK RI dalam meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja instansi pemerintah. Diketahui, kewajiban instansi pemerintah berdasarkan UU No. 15 Tahun 2014 bahwa semua instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, wajib mempertanggungjawabkan keuangannya dengan menjalani audit yang diselenggarakan BPK.
Data menunjukkan bahwa jumlah LKPD yang meraih opini WTP pada tahun 2011 sebanyak 67, kemudian meningkat di tahun 2012 sebanyak 113, tahun 2013 kembali meningkat sebanyak 153, di tahun 2014 sebanyak 252, dan di tahun 2015 meningkat sebanyak 312 entitas. Artinya dalam 5 tahun terakhir, perkembangan pertanggungjawaban instansi pemerintah menunjukkan tren yang positif.
Namun demikian, Isma menegaskan bahwa tingginya angka LKPD yang meraih opini WTP tersebut tidak berarti bahwa kinerja lembaga pemerintah sudah efektif dan efisien. “Hal ini hanya berarti bahwa pencatatannya sudah baik dan benar, serta wajar,” katanya.
Maka dari itu, ia berusaha agar BPK melangkah ke depan dengan fokus terhadap pemeriksaan kinerja. Adapun pemeriksaan laporan keuangan yang memiliki tingkat risiko rendah dapat dilakukan oleh kantor akuntan publik (KAP), agar sumber daya BPK fokus untuk pengembangan dan pemeriksaan LAKIP.
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2016, dari 604 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diselesaikan BPK pada semester II tahun 2016 meliputi 81 LHP (13%) pada pemerintah pusat, 489 LHP (81%) pada pemerintah daerah dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta 34 LHP (6%) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan badan lainnya. Berdasarkan jenis pemeriksaan, LHP dimaksud terdiri atas 9 LHP (1%) keuangan, 316 LHP (53%) kinerja, dan 279 LHP (46%) dengan tujuan tertentu (PDTT).
“Sehingga dengan terobosan memperbanyak porsi pemeriksaan kinerja, diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik atas suatu kinerja instansi pemerintahan,” kata perempuan murah senyum ini.
Dalam komposisi portofolio tugas dan wewenangnya, Isma dipercaya menjadi Anggota VI BPK RI dengan tugas dan wewenang antara lain. melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah; dan memberikan pengarahan pemeriksaan investigatif.
Adapun objek tugas dan wewenang Anggota V adalah Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Agama; Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Sabang; Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Batam; Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura; Badan Nasional Pengelola Perbatasan; Lembaga yang dibentuk dan terkait di lingkungan entitas tersebut di atas.
Sementara itu, objek dan wewenang Anggota V juga melakukan pemeriksaan tanggung jawab keuangan negara pada entitas Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Badan Usaha Milik Daerah di Wilayah I, yang terdiri atas: Provinsi Aceh; Provinsi Sumatera Utara; Provinsi Sumatera Barat; Provinsi Riau; Provinsi Kepulauan Riau; Provinsi Jambi; Provinsi Sumatera Selatan; Provinsi Bengkulu; Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; Provinsi Lampung; Provinsi Banten; Provinsi Jawa Barat; Provinsi DKI Jakarta; Provinsi Jawa Tengah; Provinsi DI Yogyakarta; Provinsi Jawa Timur; Lembaga yang dibentuk dan terkait di lingkungan entitas tersebut di atas. (*)