Selasa, 16 April, 2024

Pengamat Apresiasi Langkah Pemerintah Tertibkan Harga BBM

MONITOR, Jakarta –Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi menilai, teguran yang berulangkali dilakukan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan kepada PT Pertamina (Persero)  terkait kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium, dikarenakan kelangkaan BBM jenis tersebut telah terjadi di sejumlah daerah, hingga sudah menjadi pemandangan umum di beberapa SPBU yang memasang pengumuman Premium Habis. 

Di sisi lain, kata Fahmi, tidak dinaikannya harga BBM Premium, di tengah kenaikkan harga minyak dunia,  memang sangat memberatkan bagi Pertamina. Pasalnya, Pertamina harus menjual Premium di bawah harga keekonomian, sehingga menimbulkan potensi kerugian (potential loss).

"Direktur Pertamina Elia Massa mengklaim bahwa dengan harga acuan Indonesian Crude Price (ICP) pada kisaran US$ 59 per barrel, potential loss bisa mencapai sekitar Rp. 19 triliun. Dengan kenaikkan harga ICP mencapai US $ 70 per barrel, maka potential loss Pertamina akan semangkin membengkak, kalau Pemerintah bersikukuh tidak menaikan harga BBM. 

Untuk menekan potensi potential loss, Pertamina melakukan berbagai manuver termasuk pengurangan pasokan Premium sehingga menyebabkan kelangkaan BBM di sejumlah daerah," kata Fahmi dalam keterangan tertulis, Senin (9/4).

- Advertisement -

Namun sayangnya, lanjut dia, kelangkaan Premium belum reda, Pertamina memutuskan menaikan harga Pertalite dari Rp. 7.800 per liter naik menjadi Rp. 8.000 per liter. Dengan kenaikan harga Pertalite sebesar Rp. 200 per liter menyebabkan disparitas antara harga Premium dengan Pertalite menjadi semakin menganga hingga mencapai sebesar Rp. 1.450 (Rp. 8.000  Rp. 6.550) per liter. Dengan disparitas kedua harga sebesar itu, tidak bisa dihindari terjadi gelombang remigrasi dari Pertalite kembali ke Premium, yang menyebabkan permintaan Premium semakin meningkat.

"Kalau Pertamina tidak menambah pasokan Premium untuk memenuhi penigkatan Premium, akibat remigrasi konsumen dari Pertalite ke Premium, maka kelangkaan Premium akan semakin bertambah parah. 

Pertamina juga sangat gencar mengkampanyekan penghapusan Premium dengan dalih pemberlakuan Euro-4. Padahal, batas akhir waktu penetapan Euro-4 pada 2021," kata Fahmi.

Ia menegaskan, jika penghapusan Premium dipaksakan saat ini, maka akan menimbulkan gejolak dan resistensi dari konsumen, utamanya kosumen kelas bawah. Penghapusan Premium juga akan mengacaukan program BBM Satu Harga, yang baru berlangsung. "Masak, Rakyat di Indonesia Timur yang baru menikmati harga Premium Rp. 6.450 harus dipaksa menggunakan Pertalite dan Pertamax yang harganya jauh lebih mahal," tukasnya.

Selain itu, ia meyakini penghapusan Premium, pada saat tingginya harga minyak dunia, akan memicu meroketnya inflasi. Dampaknya, harga-harga kebutuhan pokok semakin melambung, yang akan semakin menurunkan daya beli masyarakat. Ujung-ujungnya, akan semakin  memberatkan bagi golongan masyarakat yang berpendapatan tetap, utamanya  rakyat miskin.

"Berbagai maneuver yang dilakukan Pertamina untuk mengurangi potensi kerugian itu sesungguhnya sebagai bentuk pembangkangan Pertamina terhadap Penugasan distribusi BBM. Sebagai BUMN, yang mendapat penugasan negara, Pertamina tidak seharusnya mengejar profit semata, tetapi juga harus ikut berupaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan mengurangi beban rakyat miskin," tandas  Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini.

Selain itu Fahmi juga mengapresiasi KementerianESDM yang mengeluarkan Kebijakan Baru terkait dua ketentuan. Pertama, jenis BBM penugasan berlaku di seluruh wilayah Indonesia, tidak hanya di luar Jawa Madura dan Bali (Jamali) saja, tetapi juga berlaku di Jamali. Kedua, penetapan harga BBM Umum, di luar Premium dan Solar, harus melalui persetujuan Pemerintah.

Dengan ketentuan baru tersebut, Pertamina berkewajiban menjaga jumlah pasokan sesuai jumlah pertmintaan konsumen, sehingga tidak terjadi kelangkaan pasokan Premium di seluruh wilayah Indonesia. 

Dimana kebijakan tersebut sesuai dengan instruksi Presiden Republik Indonesia untuk menjaga keamanan pasokan BBM Premium di seluruh wilayah Republik Indonesia sekaligus mengendalikan Inflasi, "Dengan persetujuan Pemerintah dalam penetapan harga BBM Umum diharapkan dapat dikendalikan laju inflasi, lebih-lebih pada bulan puasa dan lebaran, yang biasanya inflasi cebderung tinggi," pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER