MONITOR, Jakarta – Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, kontribusi pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) mengalami peningkatan rata-rata 10 persen terhitung sejak tahun 2011.
"Catatan ini adalah bukti komitmen Pemerintah dalam mengembangkan EBT. EBT juga harus menarik bagi investor, dan harga jual listriknya tetap harus kompetitif agar tarif konsumen tidak mahal," ujar Agung di Jakarta, Kamis (25/1).
Lebih lanjut ia menjelaskan, tren positif tersebut bermula saat terpasangnya pembangkit EBT berkapasitas sekitar 5,16 gigawatt (GW) sejak tahun 2011. Angka tersebut terus menunjukkan peningkatan masing-masing 5,48 GW atau naik 6,2 persen pada 2012, 6,6 GW atau naik 21,1 persen pada 2013.
Hal itu berlanjut pada tahun-tahun berikutnya, yakni 7,5 GW atau meningkat 13,3 persen pada tahun 2014, 8,4 GW atau 12,1 persen pada 2015 dan 8,8 GW atau 4,2 persen pada 2016.
"Sementara untuk tahun 2017, capaian total kapasitas pembangkit EBT meningkat sebesar 3,2 persen dari tahun sebelumnya atau setidaknya mencapai 9,1 GW," jelasnya.
Agung merincikan, peningkatan kontribusi pembangkit listrik EBT bersumber dari penyediaan pembangkit panas bumi sebesar 1.838,50 MW, PLT Bioenergi sebesar 1.834 MW, PLT Mini/Mikro Hidro sebesar 203,02 MW, PLT Surya 89,48 MW, PLT Air sebesar 5.124,60 MW dan PLT Bayu sebesar 1,12 MW.
"Pemerintah terus menjaga peningkatan kontribusi pembangkit listrik berbasis EBT diantaranya PLT Bayu sidrap tahap 1 dan rencana tahap 2 serta PLTB Jeneponto, PLTB Tanah Laut, PLT Arus Laut Larantuka, PLTS Terapung CIrata, PLTM Wadubori, PLTMH Warabiai," pungkasnya.