Jumat, 29 Maret, 2024

Duri Dalam Daging di Sepakbola Indonesia

MONITOR, Jakarta – Kegagalan Timnas Indonesia di Piala AFF 2018 beberapa waktu lalu memicu maraknya desakan revolusi di tubuh PSSI. Selain itu, pembenahan dalam olahraga sepakbola tanah air juga didesak segera dilakukan terhadap seluruh anggota federasi pimpinan Edy Rahmayadi.

Hal itu tak lepas setelah adanya dugaan salah satu anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, turut serta dalam melakukan praktik match-fixing (pengaturan skor) pada laga babak 8 besar Liga 2 2018 ketika Madura FC akan berhadapan dengan PSS Sleman di Stadion Maguwoharjo, 6 November lalu.

Nama salah satu anggota Exco itu muncul setelah adanya pernyataan ‘blak-blakan’ dari manajer Madura FC, Januar Herwanto saat ditantang membongkar siapa sosok yang melakukan praktik tersebut dalam acara Mata Najwa bertemakan ‘PSSI Bisa Apa’, Rabu 28 November 201).

“Ia (anggota Exco) mengajak kerjasama (mengatur -red) di delapan besar. Betapa mirisnya kita, bila seorang Exco PSSI yang melacurkan diri sebagai makelar,” kata Januar yang turut membeberkan bukti komunikasinya melalui aplikasi whatsapp.

- Advertisement -

Tentu saja, peranan salah satu Exco PSSI yang diduga melakukan praktik tersebut tidak mencerminkan sikap profesionalisme untuk membangun prestasi sepakbola tanah air. Bahkan itu melenceng dengan visi yang dicanangkan Edy Rahmayadi setelah terpilih menjadi Ketua Umum PSSI Periode 2016-2020, yakni menjadikan induk tertinggi sepakbola tanah air ‘profesional dan bermartabat’.

Dugaan praktik pengaturan skor oleh salah satu oknum anggota Exco itu juga bertabrakan dengan apa yang sebelumnya dikatakan Ratu Tisha Destria, selaku Sekretaris Jenderal PSSI. Rabu 21 November 2018 lalu, Tisha menjelaskan PSSI telah bekerjasama dengan Genius Sports Group untuk memantau potensi adanya praktik suap dan pengaturan skor di Liga Indonesia.

Melihat karut marutnya federasi, berbagai tanggapan serta tuntutan pun datang. Salah satunya dilontarkan Akmal Marhali selaku Koordinator Save Our Soccer (SOS). Terbongkarnya satu nama, dinilai menjadi langkah positif untuk membongkar praktik pengaturan skor yang kerap mewabah didalam sepakbola Indonesia.

Terkuaknya oknum Exco tersebut diharapkan menjadi sebuah pelecut untuk mencari oknum lain yang merusak tatanan sepakbola tanah air. Untuk itu ia menantang PSSI menangkap dalang utama. “Itu semua pernyataan yang di mata najwa soal pengaturan skor sudah jelas. Tinggal PSSI bertindak,” kata Akmal.

“Juga pemerintah. Bila tidak ada tindakan dan pengusutan tuntas sampai kapan pun sepakbola kita akan terus berada di jalan yang sesat. SOS menuntut PSSI dan Kemenpora bekerja sama membongkar semua dagelan ini. Bila tidak mampu membongkarnya lebih baik mundur saja semua,” cetusnya.

Selanjutnya, berbicara sanksi, tentu saja PSSI juga mengambil langkah tegas dengan menon-aktifkan Hidayat selaku terduga apabila terbukti melakukan praktik haram tersebut. Selain itu, Exco yang merangkap di tiga komite juga wajib di proses ke hukum pidana.

“Seumur hidup tak boleh aktif di sepakbola. Ada juga hukum pidana. Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 1980 Pasal 2-5 hukuman penjara lima tahun dan denda Rp15 juta,” jelas Akmal.

Sejatinya potensi masuknya mafia untuk melakukan praktik pengaturan skor tak lepas akibat neraca keuangan klub yang tidak sehat. Dan berdasarkan regulasi lisensi klub profesional AFC, seharusnya tidak di loloskan dalam proses verifikasi untuk tampil di kompetisi profesional.

“Krisis keuangan membuka jalan masuknya bandar-bandar judi untuk mengatur skor. Ini pernah terjadi di liga negara besar seperti Seri-A dan La Liga,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER