Jumat, 29 Maret, 2024

Ratna Sarumpaet, Unjuk Gigi dan Berakhir di Balik Jeruji Besi

MONITOR, Jakarta – Perjalanan hidup Ratna Sarumpaet memang penuh dengan cerita yang tak biasa. Aktivis yang juga seniman ini, kerap bersuara lantang untuk beberapa hal yang dianggap tak sesuai dengan prinsip hidup.

Namun, bukan berarti Ratna tak pernah membuat kesalahan. Seperti yang belum lama ini dia lakukan. Publik dibuat terkejut dengan pengakuannya yang menyatakan bahwa dirinya telah dikeroyok sejumlah orang di Bandung, Jawa Barat, pada 21 September lalu. Simpati pun bermunculan dari banyak pihak, terutama dari kubu pasangan calon yang selama ini di belanya, Prabowo-Sandi.

Ada yang mengecam, ada yang memberi semangat dan ada pula yang meminta pihak kepolisian bertindak cepat menangani kasus penganiayaan tersebut. Namun tak lama setelah itu, banyak kejanggalan yang ditemukan dari pengakuan Ratna. Fakta pun terbongkar. Memar di wajahnya bukan karena dikeroyok, namun karena sedot lemak atau operasi plastik. Ratna Sarumpaet berbohong!

Tak pelak, rasa simpati berbalik benci. Pembelaan berubah kecaman. Banyak pihak dibuat malu, terutama dari kubu Prabowo-Sandi.

- Advertisement -

Akibat perbuatannya, Ratna Sarumpaet ditetapkan sebagai tersangka penyebaran hoax karena telah membuat keonaran. Ratna terancam pidana penjara maksimal 10 tahun.

“Kita kenakan Pasal 14 UU 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan juga Undang-Undang ITE Pasal 28 kita juncto-kan Pasal 45. Ancamannya 10 tahun,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono, Kamis 4 Oktober 2018.

Ratna ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, saat hendak ke luar negeri. Pihak Imigrasi Kemenkum HAM menyatakan sudah mengeluarkan surat pencegahan atas Ratna untuk 20 hari ke depan.

“Statusnya kemarin panggil saksi. Tapi, karena dia mau melarikan diri, ya kita naikkan jadi tersangka,” ujar Kasubdit Jatanras AKBP Jerry Siagian saat dimintai konfirmasi terpisah.

Berikut isi Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946: Barang siapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun

Pasal 28 ayat 2 UU ITE: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Saat itu, Ratna ditangkap saat hendak terbang ke Chile. Polisi menduga Ratna ingin melarikan diri. “Statusnya kemarin panggil saksi. Tapi, karena dia mau melarikan diri, ya kita naikkan jadi tersangka,” ujar Kasubdit Jatanras AKBP Jerry Siagian saat dimintai konfirmasi.

Namun, Ratna menolak disebut hendak melarikan diri. Dia mengaku terbang ke Chile untuk menghadiri acara konferensi penulis naskah teater internasional. Dia menyatakan akan menjadi pembicara di forum itu. “Saya akan membuka, memberikan keynote atau pidato kebudayaan dalam sebuah konferensi penulis naskah teater internasional,” tuturnya.

Meski begitu, Ratna tak mempermasalahkan dirinya ditahan terkait kasus dugaan hoax penganiayaan. Ratna menyebut hal itu merupakan risiko atas perbuatan yang dilakukannya. “Nggak apa-apa, itu risiko,” kata Ratna di Mapolda Metro Jaya, Jumat 5 Oktober 2018.

Ratna tak menjawab lugas saat ditanya apakah ada pihak lain yang terlibat dalam kasusnya. Dia mengaku belum siap. Ratna sebelumnya resmi ditahan di Rutan Polda Metro Jaya selama 20 hari ke depan. Dia ditahan atas sejumlah pertimbangan.

Menurut keterangan Ratna, keberangkatan dirinya disponsori Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Ratna mengajukan surat permohonan sponsor itu pada 31 Januari 2018 kepada Anies. Dalam surat itu, Ratna juga mengisahkan perjuangannya sebagai salah satu anggota kongres internasional yang digelar tiga tahunan itu.

Dia juga menceritakan ketika dipenjara di masa Orde Baru (Orba) pada 1997. Menurut Ratna, para anggota konferensi itulah yang menggerakkan tekanan kepada Presiden Soeharto untuk membebaskannya. “Ketika saya memimpin Dewan Kesenian Jakarta menyadari langkanya ‘perempuan penulis drama’ di Indonesia, saya memperjuangkan kehadiran kongres ini di Indonesia dan berhasil,” kata Ratna dalam surat itu.

Kongres itu disebut Ratna diadakan di Jakarta dan Bali pada tahun 2007. Untuk itulah, Ratna mengaku berani meminta sponsor kepada Anies untuk memfasilitasinya ke Chile. Namun kini, Ratna harus gigit jari lantaran besar kemungkinan harus menginap di balik jeruji besi untuk waktu yang cukup lama.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER