Jumat, 29 Maret, 2024

Orkestra Pemilu 2019

Oleh:
Erfi Fitri Susari, S.Ag
Caleg DPRD Tangsel PKB No. 5 Dapil 3
Kepala Sekolah SD Islam Cikal Harapan BSD

 

Pemilu 2019 adalah pertunjukan politik paling menakjubkan. Pesta domokrasi ini telah melalui tahapan atraktif sekaligus inspiratif, menandakan bahwa rakyat punya potensi besar untuk berdemokrasi. Meski waktu tempuh pada hari pencoblosan masih 3 bulan lagi, tapi di setiap sudut wilayah kita banyak tanda keseriusan warga untuk memilih pemimpinnya.

Pesta lima tahunan ini bagaikan alunan orkestra yang terkadang terdengar bergema menandakan ada geliat penuh semangat. Tapi pada saat yang sama, ada juga yang melakukan proses politik ini, sayup-sayup terdengar karena memasuki ruang sempit negosiasi dan konsolidasi yang diperankan oleh para elit penguasa partai dan lingkaran terdekat para calon kadidat.

Irama orkestra ini adalah turunan paling sahih dan aktual dari teori politik paling klasik dan sudah sangat terkenal, politik adalah the art of possibility; seni segala kemungkinan. Elemen yang terlibat dalam pemilu akan berusaha sekuat tenaga meraih target politiknya. Baik target dekat, menengah maupun jauh yang pada gilirananya akan mempengaruhi langkah politik yang akan diambil. Tentu saja memperhitungkan sekecil mungkin risiko kesalahan dalam menentukan langkah politik agar taktis dan strategis.

- Advertisement -

Alunan orkestra, juga akan akan terasa indah ketika para aktor yang terlibat dalam pemilu ini mampu menangkap sinyal kuat kemana gelombang kepentingan bergerak. Memperhitungkan isu apa yang paling seksi untuk disuguhkan dalam negosiasi dengan rakyat. Tentu saja, para pedukung kandidat di lapangan yang mampu menempatkan diri dalam segala konsiladasi politik secara terukur dan terencana.

Seperti not balok dalam sebuah lagu, pemilu itu bisa diukur dengan nalar kapan harus memakai nada tinggi melengking meneriakkan kepentingan. Dan kapan harus menurunkan nada penuh syahdu lengkap dengan bujuk rayu berupa janji kampanye yang membuat khalayak takjub tertegun.

Konon kabarnya, pemilu masih melibatkan jasa para dukun dan peramal yang sanggup suguhkan prediksi kemenangan sebelum kontestasi digelar. Para normal ini layaknya yang terjadi di beberapa pertandingan sepakbola, karena pemilu diyakini punya kekuatan “the magic game” yang masih tetap diharapkan oleh banyak calon.

Tetapi pemliu juga bernasib buruk, karena difahami salah terkait nilai seni yang terkandung di dalamnya. Ini terjadi di banyak tempat, yang melihat pemilu sebagai turunan dari ungkapan bahwa “politik itu kejam”, bahkan secara terburu-buru ada yang mengatakan “menghalalkan segala cara” dalam menggapai target politik

Politik dalam pemilu ini harusnya bersifat luwes dalam menggapai target yang paling memungkinkan untuk disetujui dan dipilih oleh rakyat. Yakni, kemungkinan dalam artian, pemilu memiliki kemungkinan dalam upaya mencapai khittah politik sebenarnya, sebagaimana dikatakan oleh Aristoteles yakni mencapai kehidupan yang sejahtera dan berkeadilan.

KPU sebagai aransmen panggung yang besar dan tentunya tidak sedikit tantangan yang dihadapi. Dia harus memainkan setiap unsur dalam panggung tersebut untuk mencapai hasil yang maksimal dan mengesankan. Unsur-unsur tersebut harus memainkan peran sebaik mungkin dalam bingkai komando yang dijadikan pedoman. Layaknya suatu pertunjukan, bagus tidaknya suatu pertunjukan adalah bergantung bagaimana seluruh unsur padu dan terkoordinir.

KPU juga memiliki kuasa penuh dari berjalannya pertunjukan seni yang dimaksud. Perhelatan seni tersebut menghendaki tampilnya seorang penguasa yang dijadikan sebagai panutan dan pedoman. Ialah karena ia memiliki kekuasaan yang bisa memengaruhi para bawahannya, bersifat legitimated dan sah menurut hukum.

Siapa pun yang terpilih melalui pemilu akan memiliki kekuasaan yang tentunya memberikan influence yang nantinya begitu besar pada bawahan dan unsur-unsur terkait dalam pembangunan bangsa. Mengakhiri pertunjukan tersebut, dengan baju kekuasaan yang diraih para kandidat yang nantinya bertugas memenuhi janji politik yang telah dipilih secara demokratis oleh rakyat.

Lazimnya sebuah pertunjukan, pastilah unsur-unsur seni yang mengikuti mayoritas tidak terlihat dan hanya sedikit substansi yang bisa ditangkap langsung dengan mata telanjang. Dalam pertunjukan seni musik, olah vokal dan musik berpadu dalam ritme yang harmoni dan membuat kita merasa bahwa itulah seni.

Pemilu 2019 harus dinikmati dengan nalar sehat dan budi pekerti, karena dia adalah seni meraih kepentingan berdasarkan pada ritme dan irama situasi sosio-kultural yang mengikuti secara sadar dan tidak sadar sering kita rasakan. Hanya saja kita menganggap hal ini lebih bersifat teknis, berupa hingar bingar kampanye dan debat para kandidat, padahal unsur seni sesungguhnya adalah melahirkan para pemimpin dan wakil rakyat.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER