Jumat, 29 Maret, 2024

Meluruskan Arah Pergerakan Mahasiswa di Era Milenial

Oleh: Dicky Mulya*

Bicara menyoal pergerakan mahasiswa, pada realitanya memang tidak akan pernah surut. Hampir di belahan dunia manapun, eksistensi mahasiswa terus massif dengan mengusung semangat perubahan sebagai bentuk koreksi atas fenomena sosial yang terjadi. Sebagai middle class, mahasiswa berada pada stratifikasi sosial yang tinggi ditengah-tengah masyarakat sebagai golongan terpelajar. Sejarah pun mencatat, mahasiswa memiliki andil besar dalam perubahan yang terjadi di negeri ini.

Namun tak dipungkiri, arus perkembangan era globalisasi membuat perubahan yang sangat signifikan diberbagai aspek kehidupan baik ekonomi, politik, teknologi, sosial maupun budaya. Padahal semestinya, hal tersebut menjadi faktor pendukung untuk memajukan sebuah perubahan zaman terutama laju gerak mahasiswa di era milennial. Sayangnya, hal itu tidak dimanfaatkan dengan baik sebagai spirit pergerakan perubahan sosial.

Dunia modern memang menuntut kita untuk berpikir lebih produktif, kreatif, inovatif dan rasional, bukan dengan rasa ketakutan, optimisme buta, atau skeptisme yang menyuramkan. Sebagai makhluk terpelajar, seorang mahasiswa haruslah memahami keterkaitan antara teori dan aksi yang mereka lakukan. Namun yang terlihat di kalangan mahasiswa sekarang seakan berpikir seperti orang aneh yang tersesat dalam kegelapan zaman, dimana Mahasiswa yang penuh dengan jiwa revolusional perjuangan kekritisan yang berani dengan semangat pergerakan demi sebuah jalan kebenaran rasanya perlahan seakan-akan terlenyapkan.

- Advertisement -

Selama ini, mahasiswa selalu identik dengan slogan “Agent of change” atau agen sebuah perubahan sosial, lalu apa realitasnya? rasanya perlu kita coba refleksikan kembali persoalan tersebut, apakah itu hanya sebuah mitos slogan semata tanpa ada implemenetasinya? Tentunya kita perlu merenung sejenak untuk mencoba merefleksikan serta menanyakan kembali apa yang terjadi pada mahasiswa masa kemodernan ini ataupun kaum milenial.

Mahasiswa pada jaman kekinian, bukankah terlalu mengikuti trend itu melelahkan, padahal esensinya hanya ingin dibilang keren. Sebetulnya hakikat mahasiswa sebagai manusia luar biasa sesuai dengan arti katanya maha dan siswa, Kendatinya memang bukan hanya terlalu sibuk mengurus  persoalan luar fisiknya saja, demi tujuan utamanya, meraup eksistensi pribadinya. Imam syafi’i mengungkapkan eksistensi manusia bukan dilihat seberapa ia terkenalnya di dunia masa, melainkan dilihat dari “Ilmu” dan “ketaqwaan” karena Ilmu sebagai landasan bergerak, dan ketaqwaan sebagai spirit perjuangan. Begitupun Buya Hamka, memaknai bahwa ketampanan dan kecantikan yang abadi terletak pada Keelokan adab dan Ketinggian Ilmu seseorang. Bukan terletak pada wajah dan pakaiannya.

Dari sini, kita bisa menyimpulkan bahwasanya hakikat manusia bukan hanya mengurus fisiknya saja, namun yang terpenting mahasiswa sebagai kaum intelektual yang berfikir kritis harus mempunyai kesadaran realitas sosial yang tinggi, dan jiwa revolusioner, bukan melainkan zaman kemodernan menghilangkan pergerakan yang semestinya dilakukan, karena hanya sibuk persoalan sebuah fisik penampilan. Selain dari itu, ada pula  hal yang begitu penting juga sebagai mahasiswa, yaitu sebuah wawasan ilmu, cakrawala berfikir demi proses pendalaman intelektualnya, karena manusia seyogyanya adalah insan yang berfikir.

Bagi penulis, yang diharuskan berfikir kritis untuk melawan,mengungkap membenarkan segala persoalan yang tak masuk akal sehat pikiran. Mirisnya kaum milenial sekarang, mahasiswa bukan sibuk memperkaya intelektualnya, melainkan sibuk memperdungu dirinya seakan terlalu terlena oleh kemajuan era kemodernan ini  yang perlahan mengikis nalarnya, membobrokan kualitas dirinya.

Apakah memang benar jaman sekarang pemerintah dan civitas birokrat kampus memberlakukan NKK/BKK kembali seperti pada masa orde baru pemerintahan soeharto, sehingga mahasiswa seakan-akan sulit bergerak dan dibayang-bayangi oleh sebuah persoalan kecaman yang menakutkan. Karena pada realitasnya Mahasiswa yang sekarang ini hanya sibuk berurusan dengan masalah internal kemahasiswaan saja, sebuah organisasi hanya sebatas menjalankan program kerjanya dan kembali fokus pada study mereka yang katanya akademis. Sudah sedikit kaum intelektual progresif yang membahas diskusi politik ataupun seminar-seminar yang membahas berbagai permasalahan yang sedang dihadapi bangsa, jangankan ruang lingkup bangsa yang sangat besar cakupannya, dihadapkan dengan persoalan yang harus bersifat responsif aktif terhadap persoalan internal kampusnya sendiripun ditanggapi dengan acuh apatis tanpa tindakan,apalagi membahas persoalan keangsaan.

Pada masa kini ruang kelas menjadi tempat yang tabu untuk berdialektika, mendiskusikan pemikiran-pemikiran kritis dan mengadakan debat terbuka antara dosen dengan mahasiswa,atau mahasiswa dengan mahasiswa. Hal itu seakan dihindari ataupun dibatasi, sehingga membuat forum suasana kelas saat itu menjadi terlalu kaku akademis, Karena mahasiswa diarahkan untuk cepat lulus dan dapat pekerjaan, bukan untuk menjadi individu-individu aktivis yang kritis dan berjiwa reformis yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran melainkan kehilangan sejatinya jiwa mahasiswa pergerakan yang progresif. Kronologinya mahasiswa di jaman sekarang memang lebih gemar dan bangga berperan dalam acara-acara seminar, ataupun acara TV, duduk manis sebagai jadi juru keplok (tepuk tangan) ataupun bereuforia di pusat perbelanjaan modern, dan nongkrong di tempat modern yang penuh kemewahan agar bisa dipamerkan atau dipublikasikan, itu yang saat ini sangat digemarkan, ketimbang memperbincangkan/mendiskusikan persoalan bangsa dan internal kampusnya sendiri, tentunya itu sebuah persoalan yang perlu ada perubahan, mari kita kembali merefleksikan arah pergerakan ke depan.

Menuju Harapan Baru 

Antonio Gramsci pernah membuat dua kategorisasi kaum intelektual, yaitu Intelektual tradisional dan Intelektual organik. Seorang intelektual tradisonal adalah mereka yang yang berjarak dan kurangnya kepedulian terhadap persoalan-persoalan perubahan sosial dan penederitaan masyarakat. Sedangkan intelektual organik adalah mereka yang perduli terhadap segala persoalan apapaun, mereka berani terlibat dengan proses-proses kebijakan public ataupun isu-isu yang sedang berkembang di masyarakat. menurut kalangan ini, seorang intelektual harus memihak dan terlibat dengan perjuangan rakyat. Sedangkan kita mahasiswa sebagai intelektual organik harus mampu dan paham terkait fungsional tersebut.

Prof.Dr kuntowijoyo juga memberi resolusi tentang intelektual Profetik, dalam hal ini memandang bahwa yang dimaksudkan intelektual profetik merupakan sebuah gerakan yang mempertemukan nalar akal adab nalar wahyu pada usaha perjungan,perlawanan, pembebasan pencerahan dan pemberdayaan manusia secara organik. Ini merupakan sebuah kelanjutan gerakan dakwah tauhid yang pernah dilakukan rasulullah dalam pergerakan, sehingga dapat dikatakn bahwa intelektual profetik meruakan sebuah konsep pergerakan sesuai dengan konsep berfikir kenabian yang luar biasa dalam menyikapi persoalan pokok kebangsaan dan keumatan, sehingga agend gerakan menjadi sebuah transformasi amal ibadah yang ilmiah (terukur) dan komprehensif dalam bentuk nyata.

Jika kita tilik tentang teori yang dibahas diatas, sudah jelas bahwasanya kita sebagai mahasiswa kaum intelektual harus mampu menyalurkan sebuah keilmuan yang dimiliki untuk dapat dintrasformsikan ke dalam ruang lingkup masyarakat bangsa. Karena jika dilihat kontek al quran ada ayat yang mengartikan “ kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah” (QS. AL Imran 110).

Dari hal itupun sudah jelas rujukannya, bahwasannya kita sebagai kaum intelektual ataupun mahasiswa, harus mampu memberi perubahan yang bersifat baik terhadap masyarakat bangsa dan Negara. Hal tersebut bisa menjadi sebuah alternative pemikiran dan gerakan untuk mahasiswa. Jangan sampai kita yang sekarang menyandang kaum agen perubahan namun tak mampu memberi kontibusi ataupun manfaat terhadap segala persoalan yang sedang dihadapi Negara. Jangan sampai pula ketika ada kebijakan publik yang menindas rakyat, ataupun persoalan internal kampusnya sendiri dia tak mampu mempunyai kesadaran kolektif untuk turun langsung menangani permasalahan yang jauh dari akal sehat pikiran. Jangan sampai kita melupakan esensi sebuah kategori mahasiswa sebagai kaum intelektual tersebut. Karena bagaimanapun mahasiswa harus mampu terlibat dan berperan dalam persoalan ataupun baik itu sosial maupun politik, dan serta yang lainnya.

Akhir kata tulisan ini saya buat sebagai rasa kegelisahan ataupun renungan tentang persoalan mahasiswa di jaman sekarang yang kehilangan idealismenya, nalar kritisya serta jiwa revolusionernya. Harapan saya ketika kalian yang membaca tulisan ini dapat merenungkan dan merefleksikan kembali tentang arah pergerakan mahasiswa di masa sekarang ini, agar bentuk kesadaran dalam perefleksian ini dapat mampu mengembalikan dan menumbuhkan pergerakan yang masif dan mahasiswa yang progresif seperti pada masa jamannya dan hakikatnya mahasiswa. Mari kita renungkan kembali  persoalan pergerakan, rapatkan barisan, satukan tujuan, gelorakan pergerakan, serta kepalkan tangan kiri ke atas dan suarakan dengan lantang HIDUP MAHASISWA !!!!

*Penulis merupakan Sekretaris bidang organisasi PK IMM FISIP UMJ tahun 2018-2019

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER