Jumat, 19 April, 2024

Lelayu di Kampung Melayu

Oleh : 

Reza Indragiri Amriel*

Rabu malam (24/5/2017) sekitar pukul 21.00 WIB masyarakat khususnya di Jakarta dan Indonesia secara umum dikejutkan oleh informasi mengenai adanya ledakan di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur. Ledakan yang kemudian dikonfirmasi sebagai sebuah aksi bom bunuh diri tersebut memakan sejumlah korban jiwa sebanyak 5 orang meninggal dunia dan belasan lainnya luka-luka. 

Dalam peristiwa teror tersebut, diketahui Sejumlah polisi menjadi korbannya. Peristiwa tersebut meninggalkan beberapa analisa menarik dimana objek para pelaku teror saat ini benar-benar telah mengalami perubahan objek yang selama ini banyak menyasar tempat-tempat keramaian yang menjadi simbol kapital seperti tempat hiburan, pusat perbenjalaan kelas menengah keatas dan lain-lain. 

- Advertisement -

Dipilihnya terminal kampung Melayu yang selama ini lebih identik dengan pusat aktifitas transportasi masyarakat umum menengah ke bawah seolah tentu bukan semata-mata serangan tanpa target dimana jika melihat dari jumlah korban yang ada dimana mayoritas adalah pihak kepolisian. 

Dengan kondisi seperti saat ini dimana aparat keamanan seringkali menjadi target ancaman teror, Kita pun seolah diingatkan, hingga kini belum ada legislasi yang secara khusus membahas hal-ihwal keselamatan personel dan properti kepolisian.

Bandingkan, misalnya, profesi guru dan dosen dengan profesi polisi. Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah 74/2008 tentang Guru berisi pasal bahwa guru tetap berhak atas jaminan rasa aman, keselamatan, dan perlindungan hukum. Butir tersebut menyediakan tameng bagi guru untuk berlindung ketika mereka tengah menjadi sasaran penyudutan publik.

Kontras, keberpihakan terhadap profesi polisi tidak menunjukkan kadar setara sebagaimana terlihat pada nihilnya pasal-pasal empatik serupa dari UU 2/2002 tentang Kepolisian. Satu-satunya pasal yang mengandung kepedulian pada situasi pelik dalam kerja Polri adalah pasal 41: ”Dalam rangka melaksanakan tugas keamanan, Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat meminta bantuan Tentara Nasional Indonesia yang diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah”.

Di luar situasi tersebut, tidak ada satu kalimat pun yang memberikan penguatan kepada Polri manakala berhadap-hadapan dengan keadaan yang dapat mengakibatkan cedera, tewas, hilang, rusak, maupun keadaan-keadaan mengancam dan membahayakan lainnya.

Sebagai perbandingan, Presiden Barack Obama menandatangani Blue Alert Act. Di Texas kini sedang dibahas Police Protection Act. Rancangan UU tersebut mengatur bahwa ancaman sanksi bagi pembunuh polisi adalah 30 tahun penjara hingga hukuman mati serta 10 tahun penjara untuk pelaku percobaan pembunuhan terhadap polisi.

Blue Alert Act bahkan tidak semata-mata memberikan jaminan bagi personel kepolisian negara Paman Sam. UU yang dimaksud juga eksplisit memuat ketetapan bahwa keluarga petugas kepolisian termasuk dilindungi privasi, martabat, kemandirian, dan otonominya.

Jadi, apakah sudah saatnya UU Kepolisian direvisi?

 

*) Penulis Adalah Psikolog Forensik 

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER