Jumat, 29 Maret, 2024

Kasus Meikarta; Sudahi Perilaku Oknum ASN Seperti Tuan Pemilik Instansi Pemerintah

Oleh: Emrus Sihombing

Wacana media pekan ini diwarnai OTT (operasi tangkap tangan) beberapa oknum ASN (Aparatur Sipil Negara) dan pihak swasta terkait pembangunan proyek Meikarta. Salah satu media online yang kredibel di Jakarta memuat, sudah sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dipastikan akan menjadi terdakwa. Sebab, KPK tidak memiliki kewenangan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Keberhasilan KPK melakukan OTT ini mendapat dukungan dan apresiasi dari berbagai kalangan di masyarakat dan sekaligus menunjukkan kinerja KPK sangat luar biasa dan independen. Tampaknya publikpun yakin dengan KPK bahwa hal tersebut sudah dan akan berproses ke depan secara objektif sesuai dengan koridor hukum tindak pidana korupsi.

Namun di sisi lain, kejadian OTT ini harus menjadi bahan koreksi mendasar bagi bangsa ini. Sebab, dari satu OTT kasus tertentu ke OTT kasus lainnya, selain menunjukkan bahwa OTT belum bisa membuat efek jera bagi perilaku koruptif lainnya di negeri ini, sekaligus membuktikan tampaknya bahwa OTT belum mampu mengurangi apalagi meniadakan perilaku koruptif di Indonesia.

- Advertisement -

Karena itu, muncul pertanyaan mendasar, mengapa perilaku koruptif terus-menerus terjadi di tengah maraknya tindakan OTT oleh KPK? Menurut Lembaga EmrusCorner, pasti ada yang salah secara mendasar dari sistem pelayanan publik di Indonesia.

Lembaga EmrusCorner melihat persoalan mendasar terletak pada pelayanan publik oleh ASN itu sendiri. Jadi, pada manusianya, pegawai negeri itu sendiri. Bila diselisik lebih seksama, dalam pelayanan publik oleh aparat ASN di setiap instasi pemerintah masih ada oknum belum menghayati dan melakukan revolusi mental sebagaimana yang diinginkan oleh Presiden Joko Widodo.

Ketika masyarakat berurusan dengan pelayanan publik di instasi pemerintah, acapkali terjadi oknum ASN (Aparatur Sipil Negara) berperilaku seperti “tuan”, sekali lagi saya sebut seperti “tuan baginda raja” yang “disembah” dengan bawaan “upeti”. Sangat menyedihkan. Mereka ini berperan sebagai pemilik instasi pemerintah, di mana mereka bekerja.

Sederhana melihatnya dengan memperhatikan gaya komunikasi oknum ASN dalam melayani publik, seperti penggunaan bahasa tubuh, cara memandang, gaya berdiri, tekanan suara, respon yang berbelit-belit dan sebagainya. Semua itu memposisikan ASN sebagai lebih dominan dalam menentukan proses komunikasi pelayanan. Inilah yang mendorong terjadinya penyimpangan dalam pelayanan publik di Indoensia. Padahal, sebenarnya sudah ada role model gaya komunikasi pelayanan publik yang baik seperti diperankan oleh Presiden Joko Widodo.

Tampaknya yang ASN lupakan bahwa pemilik yang sesungguhnya semua instansi pemerintah adalah semua rakyat Indonesia, dan terutama publik yang berurusan dengan lembaga tersebut. Bukan ASN yang bertugas di instasi tersebut menjadi pemilik. Birokrat ASN itu hanya melayani dan memberi solusi ketika rakyat mengalami berbagai persoalan pelayanan publik. Sangat tidak boleh ASN menjadi bagian dari masalah pelayanan publik.

Oleh karena itu, peristiwa OTT oknum terkait dengan pembangunan Meikarta, harus menjadi pintu masuk bagi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) melakukan revolusi mental dan mendasar dalam sistem pelayanan publik di seluruh instasi pemerintah di tanah air secara sistematis, terstruktur dan masif.

Untuk itu, Lembaga EmrusCorner, menyarankan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) agar melakukan kajian kepada satu atau dua unit terdepan pelayanan publik dari suatu kementerian yang langsung berhadapan dengan pelayanan publik. Misalnya, seperti terhadap dua Badan Pertanahan Nasional di tingkat Kabupaten/kota, yaitu yang masuk pada kategori baik (bagus) dan kategori yang belum memadai dari segi pelayanan publik yg bermutu.

Berdasarkan kajian tersebut, menurut Lembaga EmrusCorner, perlu dirumuskan strategi komunikasi pelayanan publik dengan sumber daya manusia yang sungguh-sungguh menjadi pelayan publik dan berbasis pada IT. Bukan seperti “tuan kecil” yang harus dilayani sebagaimana yang diperankan oleh seorang bupati yang saat ini bermasalah di KPK.

Sudahi dan hentikan perilaku ASN seperti “tuan baginda” yang haus “disembah”. Masuklah dengan gaya komunikasi pelayanan prima dan sepenuh hati. Ingat, rakyat butuh pelayanan dari ASN yang digaji dengan pajak rakyat.

*Penulis merupakan Direktur Eksekutif
Lembaga EmrusCorner

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER