Jumat, 19 April, 2024

Soal Puisi Kontroversial, Sukmawati Diminta Belajar dari Kasus Ahok

MONITOR, Jakarta – Sajak puisi yang dibacakan putri proklamator RI Soekarno, Sukmawati Soekarnoputri, dalam acara memperingati 29 tahun 'Anne Avantie Berkarya' di ajang Indonesia Fashion Week 2018 di Jakarta Convention Center, Rabu (28/3) lalu terus menuai kecaman. Bait kontroversial itu pun mendapat kritikan dari Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI).

Sekretaris Jenderal IKAMI, Djuju Purwanto, mengatakan bahwa bait puisi yang dibacakan oleh Sukmawati dinilai mengandung unsur penistaan agama, lantaran membandingkan azan dengan kidung.

Lebih jauh ia mengatakan, puisi yang telah dibacakan oleh Sukmawati berpotensi menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Ia khawatir kegaduhan dan konflik horizontal bisa menyinggung umat Islam.

“Bahwa dalam puisi tersebut dengan mengutip kata-kata Syariat Islam dan Azan yang merupakan hal sensitif, yang justru dia (Sukmawati) mengakui dan sadari tidak mengerti tentang syariat Islam, tapi malah menyebut dan membanding-bandingkan masalah Cadar, dan suara Azan dengan hal- hal lain yang tidak terkait dengan akidah Islam,” kata Djudju kepada MONITOR, Selasa (3/4).

- Advertisement -

Dengan begitu, ia menilai bahwa puisi yang telah beredar luas di media sosial itu patut diduga merupakan perbuatan melawan hukum sesuai denga pasal. 28 ayat (2) UU ITE No.18/2016, Jo. Psl 45A ayat (2) UU ITE No.18/2016, dan psl 156 KUHP.

Djudju lantas menegaskan, Sukmawati mestinya harus belajar dan berkaca pada kasus sebelumnya yang pernah dihadapi oleh mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang pernah menjadi terdakwa dalam kasus penistaan agama.

“Seharusnya Sukmawati belajar dari kasus Ahok tentang penistaan agama yang telah menimbulkam kegaduhan luar biasa di masyarakat, dan kasus tersebut telah berkekuatan hukum tetap,” tukasnya.

Dengan begitu, Djudju dan pihaknya meminta agar pihak kepolisian segera melakukan tindakan hukum atas kasus tersebut. Menurutnya, delik pidananya merupakn delik biasa (formal), sehingga tidak memerlukan lagi pelaporan dari masyarakat.

“Demi menghindari situasi yang tidak kondusif lebih meluas, dan guna penegakan hukum yang adil tanpa diskriminasi,” tandasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER