Jumat, 29 Maret, 2024

Keputusan DJSN Stop Kasus Dugaan Cabul Syafri Adnan Dinilai Mencurigakan

MONITOR, Jakarta – Kelompok Pembela Korban Kekerasan Seksual (KPKS) menganggap keputusan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) untuk menghentikan kerja Tim Panel yang sedang mempelajari dugaan perilaku cabul anggota Dewas BPJS Ketenagakerjaan Syafri Adnan Baharuddin adalah keputusan yang tidak bertanggungjawab dan mencurigakan.

“Ini sungguh mencurigakan,” kata Ade armando, koordinator KPKS (20/1). “DJSN menghentikan kerja Tim Panel yang sudah hampir rampung mengumpulkan bukti dan mewawancarai para saksi dan ahli. Tim Panel sudah akan mengumumkan hasil kerja mereka tentang perilaku Syafri pada awal pekan besok, dan tiba-tiba saja DJSN menghentikannya. Saya curiga DJSN sudah terbeli atau tunduk pada kepentingan Syafri.”

Ade berharap Tim Panel tetap menjalankan mandatnya sampai pada tahap mengumumkan temuan tentang apakah perilaku Syafri dianggap pantas atau tidak sebagai seorang anggota Dewas BPJS TK. “Mudah-mudahan Tim Panel tidak ragu untuk menuntaskan kewajibannya, karena ini menyangkut integritas sebuah lembaga yang dibiayai uang rakyat tentang perilaku seorang pejabat negara yang dibiayai uang rakyat,” kata Ade.

Pada hari Sabtu (19/01), DJSN menyatakan menghentikan kerja Tim Panel yang dibentuk untuk mempelajari pengaduan adanya dugaan kekerasan seksual oleh Syafri Adnan Baharuddin terhadap asisten pribadinya, Rizky Amelia (Amel).

- Advertisement -

Tim Panel tersebut dibentuk DJSN untuk menanggapi pengaduan yang disampaikan oleh Rizky kepada DJSN pada 18 Desember 2018.

Tim Panel terdiri atas satu orang anggota DJSN, dua orang dari kementerian teknis, dan dua orang ahli, yaitu ahli psikologi dan ahli hukum. Proses kerja tim panel telah dilakukan dengan memanggil pelapor, terlapor dan para saksi.

Tim Panel bekerja secara intensif. Amel dan para saksi sudah memberikan kesaksian lisan dan menyajikan bukti-bukti chat-chat WA dari Syafri ke Amel, berkisar dari yang sekadar memuat kata-kata ‘sayang’, ‘I love you so much’, sampai yang memuat kata-kata mesum seperti ‘aku hanya ingin melakukannya bersamamu’ atau ‘payudara’, ‘puting’ dan sebagainya.

DJSN berdalih bahwa kerja Tim Panel dihentikan karena Presiden pada 17 Januari 2019 sudah mengeluarkan keputusan untuk memberhentikan Syafri yang mengajukan permohonan pengunduran diri pada 30 Desember 2018.

“Ini tentu dua hal yang berbeda,” kata Ade. “Tim panel ini dibentuk untuk menyimpulkan apakah perilaku Syafri masuk dalam kategori perilaku tidak pantas atau tidak. Tim sudah bekerja. Seharusnya DJSN tidak mengintervensi hanya karena Syafri mengundurkan diri.”

Upaya DJSN menghentikan kerja tim Panel, menurut Ade, menunjukkan bahwa DJSN tidak objektif dan tidak ingin melindungi pekerja perempuan dari kekerasan seksual. “Tapi ini bukan cerita baru,” tambah Ade. “Dua tahun yang lalu sejumlah deputy di BPJS TK juga melaporkan perilaku tidak pantas oleh Syafri. Tim panel sudah dibentuk dan merekomendasikan penghentian Syafri. Tapi ternyata tidak pernah ditindaklanjuti.”

Menurut Ade perilaku DJSN semacam inilah yang akan terus menyuburkan tindak perkosaan bahkan di lembaga-lembaga terhormat di Indonesia. “Bayangkan, ini semua terjadi karena terduga pelaku dibiarkan bertahun-tahun oleh sesama Dewan Pengawas BPJS TK dan kini juga dilindungi oleh DJSN yang seharusnya berpihak pada korban,” ujar Ade.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER