Rabu, 24 April, 2024

Jelang Pilpres 2019, TNI-Polri harus tetap kompak

MONITOR, Jakarta – Menjelang Pilpres 2019, soliditas dan solidaritas TNI-Polri tidak boleh buyar. Kedua lembaga yang punya tugas mulia menjaga kedaulatan dan keamanan tersebut tidak boleh termakan provokasi termasuk dalam peristiwa pembakaran kantor Polsek Caracas, Jakarta Timur baru-baru ini dan isu viralnya video penangkapan kasus peredaran narkotika jenis sabu yang melibatkan oknum TNI.

“TNI-Polri harus solid mengawal kedaulatan dan jalannya proses pemilu April 2019 mendatang,” ujar pengamat intelijen yang juga Direktur Eksekutif Center of Intelligence and Strategic Studies (CISS), Ngasiman Djoyonegoro, dalam menyikapi dua isu yang berkembang baru-baru ini.

Ngasiman menyebut kedua isu tersebut yakni pembakaran terhadap Mapolsek Ciracas, Jakarta Timur dimana kasus itu memiliki kaitan dengan kasus pengeroyokan anggota TNI oleh beberapa juru parkir yang sebelumnya ditangani Polsek Ciracas. Santer beredar informasi rekan korban tak terima karena seluruh pelaku pengeroyokan belum ditangkap polisi.

Kasus berikutnya adalah viralnya video penangkapan kasus peredaran narkotika jenis sabu yang melibatkan oknum TNI. Atas kasus itu, Kapolda Sumut Irjen Agus Andrianto mencopot dan memutasikan 17 personel Sat Res Narkoba Polrestabes Medan di mana tiga di antaranya Perwira Menengah (Pamen) yang terlibat dalam video yang sempat viral di media sosial.

- Advertisement -

Atas dua peristiwa tersebut, Simon–panggilan akrab Ngasiman Djoyonegoro–berharap para anggota TNI-Polri bersikap jernih dan tidak mudah terprovokasi. “Dua peristiwa tersebut harus dilihat secara jernih. TNI-Polri sebagai tiang penyangga tegaknya NKRI tidak boleh termakan provokasi,” tegas Simon.

Menurutnya, jika TNI-Polri berhasil terprovakasi dan saling serang, maka NKRI dalam bahaya. Situasi pemerintahan juga bisa goyah. Dan itulah sebenarnya yang diinginkan oleh pihak-pihak tertentu menjelang Pilpres 2019.

“Dari sisi geopolitik, tentu kepentingan kelompok-kelompok tertentu untuk memperkuruh suasana dalam negeri pasti ada. Ini kan tahun politik,” terang Simon yang juga penulis buku “Intelijen di Era Digital” tersebut.

Terkait siapa pihak-pihak tertentu itu, Simon menuturkan bahwa hal itu bisa berasal dari luar ataupun dalam negeri.

“Kelompok-kelompok yang ingin memperkeruh suasana tentu bisa dari luar negeri ataupun dalam negeri. Jadi ada sejumlah kelompok yang menginginkan pemerintahan Jokowi ini seolah tidak sukses, Jokowi gagal memimpin. Bahkan suasana pesimisme dalam menatap masa depan Indonesia pun dihembuskan untuk menutupi prestasi-prestasi Jokowi yang luar biasa. Ini framing yang sengaja dibuat,” ujar Simon yang baru saja launching buku “Indonesia Optimis” tersebut.

Karena itu, Simon mengajak para elite politik dan elemen bangsa membantu mendinginkan suasana. Semua harus kompak mendukung sinergitas dan soliditas TNI-Polri.

“Semua elite politik dan elemen bangsa harus ikut mendorong sinergitas TNI-Polri untuk terus terjaga,” katanya.

Selain itu, di tahun politik ini, menurut Simon, anak-anak muda–khususnya generasi milenial–harus pandai-pandai menyaring informasi yang masuk. Generasi milenial harus mampu memilih dan memilah mana informasi yang hoak serta provokatif dan mana informasi yang layak dibaca. Disamping itu, generasi milenial juga harus jadi agen penebar optimisme, bukan justru terjebak dalam narasi-narasi pesimisme yang sengaja dibuat oleh pihak-pihak tertentu.

“Tentu menyikapi dua isu yang provokatif terkait TNI-Polri dan isu-isu yang berbau pesimisme lainnya, kami mengajak generasi milenial untuk menangkal isu tersebut. Generasi milenial harus menjadi agen penebarkan sikap optimisme dalam menatap Indonesia ke depan, bukan malah sebaliknya,” tutup pengamat intelijen tersebut.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER