Sabtu, 20 April, 2024

Industri Makanan dan Fesyen Nasional Perluas Pasar ke Eropa

MONITOR, Jakarta – Industri nasional semakin meningkatkan daya saing produknya agar mampu berkompetisi di pasar ekspor. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian giat menjembatani pelaku usaha dalam negeri untuk ikut serta dalam pameran tingkat internasional. Misalnya, produk industri makanan dan minuman yang akan tampil di Jerman serta industri fesyen di Moskow.

Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin Enny Ratnaningtyas menjelaskan, pihaknya akan mendorong perluasan pasar baru bagi produk-produk industri makanan dan minuman nasional di pangsa Eropa. Upaya ini melalui fasilitasi promosi pada pameran Anuga di Koelnmesse, Cologne, Jerman yang akan diselenggarakan tanggal 7-11 Oktober 2017.

“Kami berharap, melalui partisipasi di pameran Anuga ini, produk makanan dan minuman Indonesia dapat lebih dikenal di dunia internasional dan dapat mengisi pasar ekspor khususnya ke Eropa,” ujarnya di Jakarta, Selasa (22/8). ANUGA merupakan salah satu pameran makanan dan minuman terbesar di dunia yang mulai dilaksanakan sejak tahun 1919 di Stuttgart, Jerman dan rutin digelar setiap dua tahun sekali.

Menurut Enny, pihaknya pertama kali memfasilitasi untuk pameran Anuga pada tahun 2015, dengan membangun Paviliun Indonesia seluas 114,50 m². Saat itu, 15 perusahaan makanan dan minuman lokal mempromosikan berbagai produk seperti olahan ikan, makanan ringan, teh, kopi, minuman ringan, produk coklat olahan, tepung premix dan bahan makanan organik.

- Advertisement -

“Pada Anuga 2015, Paviliun Indonesia dapat membukukan potensial transaksi sebesar USD2.444.700 dan transaksi on the spot sebesar USD11.642.000,” ungkapnya. Di Anuga 2017, Paviliun Indonesia akan menempati hall 1 seluas 152 m² dengan kategori Fine Food, yang diikuti sebanyak 17 perusahaan makanan dan minuman.

“Melihat besarnya peluang tahun lalu, target potential buyer tahun ini diharapkan dapat lebih dari USD3 juta dan transaksi on the spot mencapai USD12 juta,” tuturnya. Pada Anuga 2017, juga akan dipajang produk-produk industri kecil dan menengah (IKM) binaan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat. “Misalnya ditampilkan rendang kaleng dan brown sugar,” imbuh Enny.

Lebih lanjut, Enny meyakini, dengan berkembang pesatnya pasar produk halal di Eropa, produk halal Indonesia mampu mendapat pasar tersendiri dan sanggup bersaing dengan produk dari Benua Biru. ”Untuk itu, pameran ini menjadi ajang membuka wawasan bahwa industri makanan di Indonesia telah memenuhi syarat terhadap mutu, keamanan pangan ataupun sertifikat yang harus dipenuhi di pasar internasional,” paparnya.

Sebagai pameran makanan dan minuman tingkat internasional yang akan dikunjungi sebanyak 160 ribu orang dari 190 negara berbagai penjuru dunia, diharapkan Anuga bisa membuka peluang pasar ekspor non tradisional seperti di negara-negara kawasan Amerika Utara, Tengah dan Selatan, Eropa Utara, Tengah dan Timur, Afrika, serta Timur Tengah.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, industri makanan dan minuman nasional perlu lebih memperluas pangsa ekspor baik pasar tradisional maupun pasar baru dalam upaya mendongkrak kinerjanya. Selain itu, melakukan terobosan inovasi produk yang dihasilkan sehingga dapat diminati oleh konsumen dalam negeri dan mancanegara.

“Market domestik dan ekspor masih besar. Yang terpenting untuk industri ini juga adalah ketersediaan bahan baku sehingga mendorong investasi terus tumbuh. Pemerintah telah memberikan kemudahan perizinan usaha bagi pelaku industri termasuk sektor IKM,” jelasnya.

Kemenperin mencatat, industri makanan dan minuman nasional mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,19 persen pada triwulan II tahun 2017. Capaian tersebut turut beperan dalam kontribusi manufaktur andalan ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri non-migas yang mencapai 34,42 persen atau tertinggi dibandingkan sektor lainnya.

Sementara itu, nilai ekspor produk makanan dan minuman termasuk minyak kelapa sawit pada Januari-Juni 2017 mencapai USD15,4 miliar. Kinerja ini mengalami neraca perdagangan yang positif bila dibandingkan dengan impor produk makanan dan minuman pada periode yang sama sebesar USD4,8 miliar.

Promosi di Moskow
Di kesempatan yang berbeda, Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Eddy Siswanto menyampaikan, pihaknya akan memfasilitasi pelaku industri fesyen dalam negeri untuk “melenggang” di tingkat internasional. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengikut sertakan sembilan produk pakaian lokal ternama pada ajang Collection Premier Moscow (CPM) di Expocenter Fairground, Moskow.

“Kesembilan label produk yang akan tampil, yaitu Kabana by Itang Yunasz, Dian Pelangi, Kasha by Sjully Darsono, Devyros, Ekuator, Warnatasku, Kalyana Indonesia, Huraira dan Teha Bags. Fesyen trade show tersebut berlangsung pada 30 Agustus-2 September 2017,” tuturnya di Jakarta, Selasa (22/8).

Menurut Eddy, sekitar 1000 fesyen brands bakal berpartisipasi dalam acara yang dihadiri lebih dari 22.600 pembeli potensial dari 27 negara. Tahun 2017, kali kedua Kemenperin memfasilitasi promosi pada pameran tersebut. Tahun 2016, area Paviliun Indonesia seluas 54 m2 di hall CPM Premium, sedangkan tahun ini dengan mengusung tema The Heart of Fesyen Craft akan menempati area 62 m2.

“Partisipasi ini untuk memperkenalkan industri fesyen Indonesia dengan fesyen craft-nya yang mampu menembus pasar internasional,” ujarnya. Diharapkan, para pelaku industri fesyen Tanah Air tidak lagi hanya berkutat sebagai pemain lokal, melainkan juga membangun kapasitas untuk bersaing secara global guna mewujudkan visi Indonesia sebagai salah satu pusat mode dunia dalam satu dekade ke depan.

Eddy mengungkapkan, keunikan industri fesyen Indonesia ada pada kekayaan seni budaya yang tertuang dalam berbagai kain tradisionalnya. “Berbicara tentang fesyen Indonesia, maka pasar akan berkenalan dengan fesyen craft, yaitu produk fesyen yang diperkaya dengan nilai seni pekerjaan tangan,” paparnya.

Kekhasan lokal itu menjadi kekuatan industri fesyen Indonesia dalam menembus pasar dunia, walaupun membutuhkan waktu produksi yang berbeda dengan kecepatan industri fesyen ‘pabrikan’ pada umumnya. “Fesyen craft memiliki beberapa bagian yang pembuatannya dikerjakan langsung dengan tangan, sehingga memiliki batasan jumlah produksi dalam konsumsi waktu yang berbeda juga,” imbuh Eddy.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menegaskan, pihaknya semakin gencar meningkatkan produktivitas dan daya saing industri nasional agar terus menghasilkan produk-produk yang memiliki keunggulan komparatif. Selain didukung dengan sumber daya alam yang melimpah, potensi tersebut bisa tercapai karena juga adanya kebijakan pro bisnis dari pemerintah.

“Di tengah ketatnya persaingan global, beberapa produk Indonesia mampu kompetitif dan memberikan kontribusi signifikan terhadap perdagangan dunia. Tentunya ini dapat membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat,” tuturnya.

Bahkan, daya saing industri makanan dan minuman nasional berada di posisi empat besar dunia serta produktivitas industri dalam negeri untuk sektor sepatu dan pakaian olahraga sudah melewati Tiongkok.  “Kinerja industri kita yang gemilang ini juga ikut meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Contohnya, investasi di industri otomotif yang mencapai Rp16 triliun, tenaga kerjanya 5.000 orang,” imbuhnya

Keunggulan Indonesia yang telah dicapai, antara lain sebagai eksportir pakaian jadi terbesar ke-14 di dunia dan ke-3 di ASEAN dengan nilai ekspor mencapai USD7,1 miliar pada tahun 2016. Kemudian, untuk produk alas kaki, Indonesia berada pada peringkat ke-6 di dunia dengan market share sebesar 3,6 persen dan nilai ekspor mencapai USD4,5 miliar.

“Perhiasan juga menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia karena mampu memberikan kontribusi senilai USD4,1 miliar terhadap devisa negara. Bahkan, nilai ekspor untuk produk kerajinan mencapai USD173 juta,” ungkap Menperin.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER