Kamis, 25 April, 2024

Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia untuk Lindungi Generasi Z

MONITOR, Jakarta – Berdasarkan kajian Proyeksi Penduduk Indonesia 2010 – 2035 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan Pembangungan Nasional (Bappenas) yang memberikan estimasi jumlah penduduk Indonesia yang berusia antara 10 – 19 tahun sebanyak 45 juta jiwa, atau sekitar 19.3 persen dari total penduduk Indonesia. 

“Mereka inilah yang kerap disebut sebagai bagian dari Generasi Z, atau Generasi Post-Milenial. Mereka yang lahir pada kisaran tahun 1995 hingga 2012 tersebut adalah generasi muda digital native, yang perilaku kehidupannya dipengaruhi oleh informasi di Internet,” ujar Semuel Abrijani Pangerapan, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kamis (24/8).

Menurut Samuel, Internet dapat membantu membangun potensi dan pengetahuan positif tak terbatas bagi generasi muda dalam keahlian akademis maupun keterampilan sosial. Namun diingatkan pula oleh pria yang akrab dipanggil Semmy tersebut, di Internet ada pula ancaman serius bagi generasi muda di Indonesia, seperti maraknya konten yang melanggar hukum semisal pornografi hingga radikalisme maupun keberadaan perilaku online yang tak sepatutnya semisal perundungan hingga pedofilia.

Adapun Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) memberikan data bahwa 75,5 persen penduduk Indonesia yang berusia 10 – 24 tahun, atau sekitar 24,4 juta anak muda, adalah pengguna Internet. Jumlah keberadaan mereka menyumbang tak kurang dari 18,4 persen total pengguna Internet Indonesia yang berjumlah 132,7 juta jiwa saat ini.

- Advertisement -

“Untuk itulah, membangun tata kelola Internet Indonesia yang memiliki kepedulian dan keberpihakan pada keselamatan anak di ranah maya membutuhkan keterlibatan para pemangku kepentingan majemuk (multistakeholder) secara sinergis dan inklusif,” tegasnya.

Maka, sebagaimana dipaparkan oleh Semmy, Peta Jalan (Sebuah Pengantar): Perlindungan Anak Indonesia di Internet yang dirilis hari ini, adalah dalam rangka mereson mendesaknya kebutuhan akan panduan bagi multistakeholder untuk memahami sejumlah tatanan kebijakan dan kondisi faktual terkait keselamatan anak pada khususnya dan generasi digital native pada umumnya, di ranah maya.

“Naskah Peta Jalan ini juga merupakan salah satu contoh hasil kerja bersama multistakeholder untuk membangun Internet Indonesia yang lebih baik,” ujar Semmy menegaskan,

“Naskah Peta Jalan ini bukanlah hal yang sudah selesai begitu saja. Di era digital, dimana perubahan adalah keniscayaan dan dapat datang seketika, naskah ini perlu terus kita perbaiki dan lengkapi. Naskah Peta Jalan ini hendaknya diposisikan sebagai pengantar bagi seluruh multistakeholder Indonesia untuk dapat mulai merumuskan dan melakukan sesuatu bersama, membangun literasi digital di Indonesia,” ujar Semmy.

Sebagaimana yang tertulis pula dalam laporan International Telecommunication Union (ITU) berjudul “Measuring the Information Society, bahwa memahami bagaimana generasi digital native belajar, bermain dan bahkan melibatkan diri mereka ke tengah masyarakat akan dapat membantu pengampu kebijakan dalam menyusun dan merencanakan masa depan mereka. Ditegaskan pula bahwa memiliki pengetahuan literasi digital, yaitu kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat dan mengkomunikasikan konten/informasi, dengan kecapakan kognitif maupun teknikal, adalah pra-syarat bagi generasi digital native.

Hal ini selaras dengan rencana aksi Capacity Building yang dicanangkan PBB dalam World Summit on the Information Society (WSIS) untuk: “membangun kebijakan dalam negeri guna memastikan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) terintegrasi penuh ke dalam pendidikan dan pelatihan di seluruh jenjang, termasuk dalam pengembangan kurikulum, pelatihan guru, manajemen dan administrasi institusi, dan juga mendukung konsep pembelajaran seumur hidup”.⁠⁠⁠⁠

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER