Kamis, 25 April, 2024

Perempuan dan Risalah Kenabian

Setiap tanggal 12 Rabiul Awal pada penanggalan Hijriyah, kita ummat Islam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Peringatan Maulid menjadi tradisi setelah Rosulullah Muhammad SAW meninggal. Hal ini sebagai ungkapan kesyukuran dan kebahagiaan telah terlahir nabi penutup zaman, nabi pembawa risalah keselamatan dan perdamaian, nabi yang telah mengangkat derajat kamu wanita dari lembah kenistaan dan kejahiliahan menjadi terhormat serta memberi rahmat bagi seluruh alam.

Kelahiran Muhammad yang membawa risalah kenabian sejatinya menjadi pijakan untuk meneladani bagaimana Rosul memperjuangkan harkat dan martabat kaum perempuan. Menurut Kuntowijoyo, berdasarkan pada Surah Ali-Imran ayat 110 maka risalah kenabian mengandung tiga paradigma yakni: 
Pertama paradigma humanisasi (amar ma’ruf) yang mengandung pengertian memanusiakan manusia, artinya di dalam kehidupan sehari-hari tidak boleh ada diskriminasi atas nama perbedaan kelas sosial, suku, ras, gender dan agama semua kedudukannya sama. Manusia diperintahkan berlomba-lomba berbuat baik dan menyeru kepada kebajikan. Kedua adalah liberasi (nahi munkar) yang mengandung pengertian pembebasan yakni membebaskan manusia dari keterbelakangan, penindasan dan berbagai permasalahan sosial. Pembebasan disini juga diartikan kuasa manusai mencegah suatu perbuatan buruk yang menimpa kehidupan baik struktural maupun kultural. Dan ketiga adalah transendensi (tu’minuna bilah), dimensi keimanan manusia, kepercayaan akan nilai ketuhanan sebagai tempat bergantung dan berserah diri seorang hamba. 

Tiga risalah diatas jika dibawa ke konteks perjuangan perempuan maka persoalan diskriminasi sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan budaya yang masih dialami oleh perempuan. Seperti halnya kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan masih didominasi kaum hawa harus menjadi perhatian dan risalah profetik (kenabian). Misalnya banyaknya tenaga kerja wanita yang tidak terdidik baik di dalam maupun luar negeri dan tidak diimbangi dengan regulasi yang memihak ke pekerja telah menjadikan perempuan sebagai komoditi dalam pembangunan. Atau tingginya perceraian  akibat relasi yang tidak equel mengakibatkan perempuan sebagai objek/ korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Dalam politik misalnya, perjuangan quota 30% perempuan di legislatif masih jauh panggang dari api. Masih banyaknya persoalan perempuan harus menjadi perhatian perjuangan kita sebagai pengikut Muhammad SAW sebagaimana tersirat dalam surah al-imran 110 (humanisasi, liberasi dan transedensi).  

- Advertisement -

Dalam konteks kebangsaan perempuan harus tampil sebagai subjek (pelaku) perubahan, dalam kitab qoulul hikmah khasanah dunia Islam sangat familiar pepatah yang mengatakan "Perempuan adalah tiang negara, jika perempuan baik maka baiklah negara itu akan tetapi jika perempuan rusak maka rusaklah juga negara itu".

Hampir semua ulama meyakini subtansi peribahasa tersebut, bahwa perempuan sangat menentukan kualitas hidup berbangsa dan bernegara. Dalam buku Sarinah, bapak proklamator kemerdekaan Ir. Sukarno menyampaikan bahwa, membahas soal perempuan adalah membahas persoalan masyarakat dan persoalan kemanusiaan. Kemanusiaan akan selalu pincang selama ada penindasan, ada pembedaan saf laki-laki dan perempuan, atau saf yang satu menindas saf yang lain, karena harmoni hanya akan tercapai jika satu sama lain sama derajat-berjajar- saling memperkuat sesuai kodratnya masing-masing.

Olehnya itu dalam konteks kekinian, perjuangan perempuan, dalam hal ini perempuan Islam harus sejalan dengan nilai-nilai ajaran agama yang terdapat dalam al quran dan sunnah, tidak kebarat-baratan yang akhirnya kebablasan dan juga tidak fundamental atau berfikir konservatif sempit. Kita adalah ummat yang hadir memberi kesejukan, mampu hidup bersuku-suku, berbangsa-bangsa dengan damai dan harmoni. Karena yang menetukan kualitas hidup adalah taqwa (al Hujurat 13). Dan salah satu indikator ketawaan adalah kemampuan kita berlaku adil, sebagaimana firman Allah: "Dan janganlah kebencian kalian terhadap suatu kaum menghalangi kalian berlaku adil. Berlaku adil-lah, karena perbuatan adil itu lebih dekat kepada taqwa.” (Al-Ma’idah: 8).

Semoga dengan peringatan maulid nabi Muhammad SAW, kita dapat meneladani sifat dan karakter perjuangan Rosul, khususnya dalam mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan, memberi rasa aman, adil dan menjadi rahmat bagi seru sekalian alam…

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER