Jumat, 29 Maret, 2024

Sepanjang 2018, Kasus Kekerasan di Sekolah Tempati Posisi Teratas

MONITOR, Jakarta – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sejumlah pelanggaran hak-hak anak di bidang pendidikan sepanjang tahun 2018, dimana pelanggaran hak anak didominasi oleh kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah.

Komisioner bidang pendidikan, Retno Listyarti menyatakan, diantaranya didominasi kasus-kasus kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan verbal dan bullying. Korban kekerasan seksual tahun 2018 didominasi oleh anak laki-laki.

Retno mengatakan, kekerasan fisik dan bullying adalah kasus yang terbanyak terjadi dengan pelaku pendidik, kepala sekolah dan peserta didik.

“Cyber Bully di tahun 2018 meningkat cukup signifikan di kalangan para siswa seiring dengan penggunaan internet dan media social di kalangan anak-anak, termasuk kasus “body shaming”. Bahkan, beberapa video di youtube juga mempengaruhi perilaku peserta didik, seperti menyilet pergelangan tangan untuk mendapatkan sensasi melupakan permasalahan yang dihadapi,” ujar Retno kepada MONITOR, Jumat (28/12).

- Advertisement -

Selain itu, KPAI juga mencatat berbagai permasalahan di pendidikan yang dihadapi anak-anak pasca bencana mengingat sepanjang 2018 berbagai bencana alam gempa, tsunami dan banjir terjadi di Indonesia. Kerusakan gedung-gedung sekolah, trauma anak-anak akibat bencana, dan lain sebagainya menjadi permasalahan yang cukup pelik di lapangan.

“Mulai dari pembangunan sekolah darurat, mengembangkan kurikulum sekolah darurat sampai pemulihan psikologis terhadap pendidik dan peserta didik yang terdampak bencana,” kata Retno.

Dari total 445 kasus bidang pendidikan KPAI sepanjang tahun 2018 terdiri dari kasus kekerasan sebanyak 228 kasus atau 51,20%, separuh lebih dari kasus pendidikan di KPAI. Selanjutnya kasus tawuran pelajar mencapai 144 kasus (32,35%), kasus tahun 2018 ini cukup mengenaskan karena pelaku tawuran menyiram korban dengan air keras sehingga korban meninggal dunia.

“Adapun kasus anak menjadi korban kebijakan mencapai 73 kasus (16.50%), angka ini lebih tinggi dari angka tahun sebelumnya yang hanya sebanyak 52 kasus,” terangnya.

Selain kekerasan di sekolah, sepanjang 2018 ini bidang pendidikan KPAI juga mendapatkan laporan sebanyak 51 kasus terkait anak menjadi korban kebijakan, baik kebijakan yang dibuat sekolah maupun kebijakan yang ditetapkan pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah (kota/kabupaten).

Paling banyak adalah anak korban kebijakan pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten yang mengeluarkan peserta didik ketika anak menjadi pelaku kekerasan, termasuk tawuran antar pelajar. Kebijakan tersebut mengakibatkan anak-anak tersebut kehilangan hak atas pendidikan di sekolah, namun juga tidak pernah menghentikan tawuran itu sendiri.

Anak didik yang dikeluarkan akan pindah ke sekolah swasta yang lokasinya tidak jauh dari sekolah asal, di tempat baru tersebut, anak didik itu akan membentuk komunitas baru, sehingga tawuran pelajar pun melibatkan lebih banyak sekolah karena di tempat baru bibit-bibit pencetus tawuran ditularkan oleh anak didik yang dikeluarkan tersebut.

“Kebijakan semacam itu tidak menghentikan tawuran pelajar, karena penyelesaiannya hanya memindahkan masalah, bukan mencari akar masalah untuk kemudian diselesaikan,” tandas Retno.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER