Kamis, 25 April, 2024

Duduki Kapal Sawit, REPNAS Jokowi Minta Pemerintah Usir Greenpeace

MONITOR, Jakarta – Aksi sepihak LSM Greenpeace yang menduduki secara ilegal kapal pengangkut minyak sawit dari Indonesia serta serangkaian tindakan yang dilakukan di dalam negeri terus menuai kecaman.

Senada dengan pemerintah, Juru Bicara Relawan Pengusaha Muda Nasional (REPNAS) Jokowi-Ma’aruf, Rizal Calvary Marimbo, meminta aparat segera mengusir LSM tersebut dari Indonesia.

”Sebelum masyarakat yang mengusir, sebaiknya aparat terkait usir dulu. Bikin susah orang saja. Harga-harga sawit anjlok gara-gara ulah mereka,” ucap Rizal, Sabtu 24 November 2018.

Menurutnya, pemerintah tidak perlu berdialog lagi dengan Greenpeace. Sebab missi mereka sudah jelas, menjatuhkan daya saing sawit Indonesia di pasar dunia. “Mereka ini cuma perpanjangan tangan petani-petani di barat yang tersaingi oleh komoditas sawit yang lebih efisien dan murah. Soal lingkungan itu cuma kedoknya saja,” ucap Rizal.

- Advertisement -

Aksi Greenpeace akhir-akhir ini terkait dengan persaingan dagang atau ekstrimnya perang dagang antara produk sejenis atau alike products. “Yaitu tumbuhan penghasil minyak nabati Rapeseed dan bunga matahari yang banyak dihasilkan di negara kawasan Uni Eropa dengan kelapa sawit yang umumnya dihasilkan di Indonesia dan Malaysia,” ucap Rizal.

Dikatakanya, produktivitas kelapa sawit menghasilkan minyak nabati per hektar sedikitnya tujuh (7) kali lebih banyak dari rapeseed dan bunga matahari. Akibatnya harga minyak sawit jauh lebih murah dari minyak rapeseed dan bunga matahari.

“Karena kalah dari segi tingkat produktivitas dan daya saing tersebut menyebabkan petani rapeseed dan bunga matahari di Eropa yang merupakan petani kaya dan memiliki pengaruh kuat ke politik Uni Eropa menggunakan kekuatannya untuk mengganggu atau bahkan menjatuhkan sawit melalui lobby ke politikus untuk membuat peraturan di level uni eropa yang mengganggu sawit. Petani tersebut juga menggunakan kekuatan uang mereka untuk menggerakkan kelompok lingkungan internasional yang juga memiliki tangan dan LSM di Indonesia seperti Greenpeace ini,” pungkas Rizal.

Rizal mengatakan, Indonesia sebagai produsen sawit terbesar dunia kerap mendapat serangan dan tuduhan yang jauh dari fakta. Sebab itu, dialog dengan LSM semacam ini tidak perlu lagi. “Kita tiru saja India. India langsung usir, bekukan dana-dana mereka,” ucap dia.

India sebelumnya menutup akses pendanaan asing kepada Greenpeace. PM Narendra Modi mematikan operasi LSM yang mendapat pendanaan dari berbagai korporasi Amerika tersebut. Dia mengatakan, kehadiran LSM tersebut mengganggu pertumbuhan ekonomi negara itu.

Rizal mengatakan, tak hanya di dalam negeri, aktivitas menjatuhkan minyak sawit Indonesia sudah sampai pada level konsumen akhir yaitu dengan pemasangan label “senza Olio di Palma” atau bebas minyak sawit di beberapa produk makanan dan kosmetik yang dipasarkan di beberapa negara di UE. “Disamping itu, ada juga restoran yang memasang tulisan bebas minyak sawit di pintu masuk restorannya. Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan upaya tegas dengan mengingatkan pemerintahnya bahwa tindakan tersebut bertentangan dengan aturan perdagangan internasional WTO,” ucap Rizal.

Ditambahkannya aksi sepihak Greenpeace telah mengancam sumber nafkah sebanyak 17 juta petani dan pekerja sawit nasional.

“Akibat ulah Greenpeace dan kawan-kawan ini harga sawit anjlok. Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, misalnya saat ini hanya Rp 880 bahkan ada yang di kisaran Rp 600 per Kilogram, harga itu turun dari harga sebelumnya Rp 1.050. Harga TBS kelapa sawit itu belum harga yang diterima petani, karena yang diterima petani hanya Rp 250,” ucap Rizal.

Sebab itu, REPNAS meminta pemerintah tegas mengusir LSM-LSM ini dari nusantara. “Kita tiru India saja, kehadiran mereka sudah mengancam kedaulatan ekonomi dan hukum yang ada diwilayah NKRI,” ucap dia.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER