Jumat, 29 Maret, 2024

Tumbuh Tertinggi 7,5 Persen, Industri Logam Semakin Pertebal Daya Saing

MONITOR, Jakarta – Industri logam mampu tumbuh mencapai 7,50 persen pada triwulan II tahun 2017 atau tertinggi dibandingkan sektor manufaktur lainnya. Namun demikian, industri induk (mother of industry) ini perlu semakin meningkatkan daya saing di tengah membanjirnya produk logam impor di pasar domestik dengan harga jual yang lebih murah.

“Momentum pertumbuhan sektor industri logam ini harus terus dijaga, bahkan semakin ditingkatkan dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi para investor. Selain itu, perlu adanya kebijakan perlindungan industri dalam negeri terhadap produk impor,” kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan di Jakarta, Rabu (22/8).

Guna menekan penggunaan jumlah produk impor dan mendorong tumbuhnya industri logam nasional, menurut Putu, salah satu langkah keberpihakan yang telah dijalankan oleh pemerintah adalah melalui program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). “Upaya strategis ini memberikan dukungan agar menjadi pemicu penggunaan produk logam lokal, terutama terhadap proyek-proyek yang dibiayai oleh APBN,” tegasnya.

Lebih lanjut, Putu menjelaskan, program P3DN diharapkan dapat pula mendorong masyarakat maupun badan usaha supaya lebih menggunakan produk dalam negeri, memberdayakan industri dalam negeri melalui pengamanan pasar domestik, mengurangi ketergantungan produk impor, dan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.

- Advertisement -

“Salah satu bentuk konkritnya adalah dengan mewajibkan instansi pemerintah untuk memaksimalkan penggunaan hasil produksi dalam negeri dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa yang dibiayai oleh APBN atau APBD,” imbuhnya.

Di samping itu, Kementerian Perindustrian terus menggalakkan program implementasi Standar Nasional Indonesia (SNI). “Penerapan SNI dapat dilakukan secara sukarela dan wajib. Hingga saat ini, produk industri logam sebagian besar SNI sukarela dan sekitar 27 SNI wajib,” ungkap Putu. 

Bahkan, Kemenperin fokus memacu program pengembangan industri logam berbasis sumber daya lokal karena prospek di masa mendatang masih cukup baik dilihat dari sisi permintaan yang sangat besar. “Maka peluang ini seharusnya direspon dengan meningkatkan suplai melalui optimalisasi utilisasi maupun investasi baru,” tuturnya.

Menurut Putu, potensi bahan baku di dalam negeri yang melimpah semestinya dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan daya saing produk domestik. Hal ini telah dilakukan oleh beberapa industri logam nasional dengan melakukan perluasan usaha. “Misalnya ekspansi yang dilakukan oleh industri baja untuk memenuhi kebutuhan proyek infrastruktur dan sektor otomotif,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan, pihaknya juga fokus mendorong peningkatan produktivitas dan daya saing industri kecil dan menengah (IKM) di sektor logam. Upaya ini telah dilakukan melalui pemberian mesin dan peralatan produksi serta memfasilitasi pada prorgram Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).

“Selain diberikan pembinaan secara konvensional melalui fasilitasi pelatihan serta bantuan alat dan permesinan, IKM juga perlu diperkenalkan dengan sarana digital yang mampu mempromosikan produk dengan lebih luas, namun dengan biaya minimal,” papar Airlangga.

Harmonisasi regulasi
Sementara itu, Direktur Industri Logam Kemenperin Doddy Rahadi mengatakan, perlu adanya perbaikan-perbaikan dan harmonisasi regulasi untuk menjamin kepastian produksi terhadap industri logam nasional agar kinerjanya semakin tumbuh dan berkembang. Pada tahun 2016, pertumbuhan industri logam mencapai 7,5 persen atau meningkat dari tahun 2015 sebesar 6,48 persen.

Menurut Doddy, tantangan yang tengah dihadapi sektor ini, misalnya dari aspek energi dengan masih tingginya harga listrik dan gas bagi industri baja. “Adanya kenaikan harga listrik 1 sen per kWh, ongkos produksi baja dapat membengkak mencapai USD 8 per ton,” ungkapnya. Kemenperin pun telah mengusulkan untuk harga gas kebutuhan produksi baja semestinya berada di kisaran USD3-4 per mmbtu, karena harga gas bagi industri baja masih sebesar USD 6,3 per mmbtu.

Dalam upaya mendukung daya saing industri logam nasional, lanjut Doddy, aspek teknologi juga diperlukan dengan merevitalisasi permesinan sehingga produksi menjadi lebih efisien dan ramah lingkungan. “Bahkan, Kemenperin telah memfasilitasi investor dalam memperoleh insentif seperti tax allowance dan pembebasan bea masuk untuk barang modal,” jelasnya.

Di samping itu, sebagai salah satu wujud dukungan nyata Kemenperin dalam membina industri logam nasional adalah melalui fasilitasi kegiatan pameran baik di dalam maupun luar negeri. “Dengan promosi yang gencar, diharapkan masyarakat dapat mengetahui banyak tentang kemampuan industri logam nasional dan menyadari akan pentingnya penggunaan produk dalam negeri untuk memajukan perekonomian Indonesia,” ungkapnya.

Contohnya yang rutin dilakukan adalah pelaksanaan Pameran Produk Industri Logam di Plasa Pameran Industri, Gedung Kemenperin, Jakarta. Tahun ini, pameran yang dilaksanakan pada tanggal 22-25 Agustus 2017, diikuti sebanyak 35 perusahaan yang terdiri dari anggota asosiasi IISIA, APRALEX, AP3I, APKABEL, APKOGI, ASITAB, Balai Besar Logam dan Mesin Kemenperin, serta Balai Pengembangan Teknologi IKM Logam Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang menempati total 44 booth pameran.

“Produk-produk yang dipamerkan adalah produk andalan masing-masing perusahaan hasil inovasi yang disesuaikan dengan teknologi maju dan terkini,” terang Doody. Melalui pameran ini, diharapkan juga para konsumen baik pemerintah maupun swasta dapat mempersingkat rantai distribusi dalam pemenuhan kebutuhan pengadaan produk logam melalui pertemuan langsung dengan produsen.

Doddy meyakini, apabila program dan kebijakan tersebut berjalan baik tentunya mampu meningkatkan kinerja dan daya saing industri logam yang akan turut memacu kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. “Apalagi, industri logam sebagai salah satu industri dasar, yang memiliki peranan besar dalam pembangunan dan perkembangan perekonomian nasional,” ujarnya. 

Menurutnya, produk logam dasar merupakan bahan baku utama bagi kegiatan sektor industri lainnya, seperti industri permesinan dan peralatan pabrik, otomotif, maritim dan elektronika. Disamping itu, produk logam merupakan komponen utama dalam pembangunan sektor ekonomi lainnya, yaitu sektor konstruksi secara luas yang meliputi bangunan dan properti, jalan dan jembatan, serta ketenaga listrikan.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER