Selasa, 16 April, 2024

Pengamat Apresiasi Kementerian ESDM terkait BBM Umum

MONITOR, Jakarta – Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM telah mengeluarkan kebijakan baru terkait dengan ketersediaan BBM jenis Premium di seluruh wilayah Indonesia, dan kenaikan harga BBM Umum harus mendapat persetujuan pemerintah.

Adapun yang dimaksud dengan BBM Umum adalah BBM selain Premium dan Solar Subsidi, seperti Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, dan juga produk SPBU Non Pertamina. Selama ini harga BBM Umum ditentukan sendiri oleh Pertamina dan perusahaan penyalur lainnya.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan kebijakan baru tersebut merupakan respon pemerintah terhadap situasi di lapangan yang makin mengkawatirkan, yaitu dinaikkannya harga Pertalite oleh Pertamina dan pada saat yang sama pasokan Premium berkurang,  sehingga terjadi kekosongan di banyak SPBU, terutama di Jawa. Situasi ini memicu keresahan masyarakat.

Menurut Mamit, Langkah Kementerian ESDM ini tidak hanya akan mengurangi keresahan di kalangan masyarakat, tapi lebih jauh akan menjaga tingkat inflasi dan juga daya beli masyarakat.

- Advertisement -

“Kita patut mengapresiasi kebijakan pemerintah ini karena akan menjamin pasokan Premium di Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan wilayah lain di seluruh Indonesia. Selama ini Pertamina terkesan setengah hati menjual Premium di Jamali karena Perpres 191/2014 memang tidak mewajibkan hal itu. Perpres inilah yang segera direvisi karena realitas di lapangan Premium masih dubutuhkan oleh masyarakat Jamali,” ujarnya, Kamis (12/4).

Mamit menegaskan dengan ketersediaan Premium dalam jumlah cukup, tidak akan timbul kesan Pertamina "memaksa" masyarakat menggunakan Pertalite dengan cara mengurangi pasokan Premium ke SPBU.

“Memang sudah saatnya masyarakat digiring untuk menggunakan BBM yang lebih pro lingkungan, atau sesuau standar Euro 4. Tapi akan sangat elok jika Pertamina melakukannya dengan cara-cara yang cerdas dan kreatif, sehingga migrasi konsumen dari Premium ke BBM yang lebih berkualitas dilakukan dengan kesadaran,” tegasnya.

Terkait regulasi baru yang mengharuskan kenaikan harga bahan bakar umum (Pertalite dan Pertamax Series) seizin pemerintah, menurut Mamit harus dilihat dalam konteks upaya pemerintah melindungi kepentingan konsumen.

“Selama ini karena harga bahan bakar umum non-subsidi tersebut sepenuhnya kewenangan korporasi, akibatnya tidak ada kontrol terhadap komoditi yang menjadi hajat hidup masyarakat luas tersebut. Kebijakan baru ini mengembalikan kehadiran negara pada proporsinya,” tandasnya.

Mamit menambahkan Pertamina tidak perlu kawatir akan mengalami kerugian berkepanjangan akibat kebijakan-kebijakan tersebut. Juga kebijakan lain seperti BBM Satu Harga. Sebab pemerintah  sudah memberi kompensasi dalam bentuk hak kelola blok-blok migas yang habis masa kontraknya, yang bisa dikapitalisasi untuk memperkuat keuangan perusahaan.

“Dari Blok Mahakam, misalnya, Pertamina bisa membukukan penambahan aset hingga sekitar Rp 122  triliun. Belum lagi dalam waktu dekat pemerintah akan menyerahkan hak kelola 8 blok migas terminasi, yang tentunya akan sangat besar dampaknya bagi peningkatan kemampuan finansial Pertamina,” ungkap Alumni Universitas Trisakti itu.

Yang tidak kalah penting untuk ditekankan, sebagai BUMN lanjut Mamit Pertamina seharusnya tidak hanya peduli pada profit, tapi juga benefit yaitu menjaga daya beli masyarakat dan inflasi yang terjaga yang semestinya juga menjadi kepedulian Pertamina sebagai BUMN.

“Inilah arti strategis keberadaan BUMN yang membedakannya dengan korporasi swasta murni. Tidak semata berorientasi profit, tapi juga benefit berupa kemanfaatan dan kebaikan untuk rakyat, mestinya menjadi paradigma baru dalam pengelolaan BUMN kita,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER