Jumat, 29 Maret, 2024

Industri Nasional Berpotensi Tumbuh Positif

MONITOR, Jakarta – Kinerja industri pengolahan non-migas sepanjang tahun 2017 diprediksi mampu tumbuh positif sebagai kontributor terbesar bagi perekonomian nasional. Untuk mencapai sasaran tersebut, diperlukan dukungan iklim usaha dan kondisi pasar yang kondusif baik di domestik maupun global.

“Salah satunya memang faktor ketersediaan pasar, sehingga perlu kombinasi tujuan pasar untuk dalam negeri dan ekspor. Jika pasar optimal, produksi bisa maksimal,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (4/8).

Adapun Faktor penting lainnya guna memacu pertumbuhan industri, yaitu kelancaran dari perizinan investasi, pasokan bahan baku, dan alur logistik.

Menurut Airlangga, industri manufaktur tidak hanya fokus pada produksi barang konsumsi untuk pasar dalam negeri, tetapi juga harus menangkap peluang pasar ekspor. “Kami berharap, daya beli masyarakat meningkat. Volume industri saat ini terbantu dengan pasar ekspor,” tuturnya.

- Advertisement -

Merujuk data BPS, kinerja ekspor Indonesia pada Januari-Juni tahun 2017 mencapai USD59,7 miliar atau naik 10 persen dibanding periode yang sama tahun 2016 sebesar USD54,3 miliar.

Sementara itu, berdasarkan data dari Nikkei Purchasing Manager Index (PMI), rata-rata PMI pada kuartal I tahun 2017 adalah 50,06, sedangkan pada kuartal II-2017 sebesar 50,4. Indeks di atas 50 menunjukkan rentang ekspansi. Artinya, kinerja manufaktur secara rata-rata lebih baik.

“Bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain, Indonesia termasuk lebih baik dari Malaysia dan Singapura yang indeks PMI-nya berada di bawah Indonesia. Jadi, Indonesia tidak sendiri menghadapi situasi seperti ini,” papar Airlangga.

Lebih lanjut, Menperin mengungkapkan, industri Indonesia dalam penilaian manufacturing value added oleh UNIDO masuk peringkat 10 besar di dunia. Peringkat tersebut di atas capaian Meksiko, Spanyol, bahkan di atas Inggris dan Rusia. Tahun ini, Indonesia diproyeksi bisa menduduki posisi ke-9 di dunia.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Benny Soetrisno mengaku, sebagai pengusaha, sangat percaya pada program dan kebijakan yang dilakukan pemerintah saat ini sudah dalam jalan yang benar. Jika langkah itu diikuti pemerintah daerah tingkat I dan II, hasilnya akan maksimal. “Sangat penting untuk menciptakan kondisi yang kondunsif bagi terciptanya aktivitas ekonomi,” tegasnya.

Menurut Benny, semua upaya strategis yang dilakukan pemerintah bertujuan menciptakan aktivitas ekonomi yang kompetitif dan memberikan kemampuan pengusaha untuk lebih banyak dapat membuka lapangan pekerjaan. “Dengan demikian, industrialisasi bisa berjalan dengan baik sehingga menimbulkan multiplier effect bagi perekonomian nasional,” tuturnya.

Melebihi ekspektasi

Sementara itu, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), industri makanan berhasil mencatatkan kinerja produksi di atas ekspektasi pada triwulan II tahun 2017 sebesar 7,04 persen (YoY) untuk kelompok Industri Skala Besar dan Sedang (IBS). Sedangkan untuk kelompok Industri Skala Mikro Kecil (IMK) pun tidak luput dari tren positif dengan mencapai pertumbuhan produksi sebesar 5,82 persen.

Menperin menyatakan, industri makanan dan minuman nasional perlu lebih memperluas pangsa ekspor baik pasar tradisional maupun pasar baru dalam upaya mendongkrak kinerjanya. Selain itu, melakukan terobosan inovasi produk yang dihasilkan sehingga dapat diminati oleh konsumen dalam negeri dan mancanegara.

Apalagi, menurutnya, sektor ini mempunyai peranan penting dalam pembangunan industri nasional terutama kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri non-migas. BPS menunjukkan, pertumbuhan produksi industri makanan yang tinggi berkontribusi cukup signifikan terhadap pertumbuhan produksi industri manufaktur secara keseluruhan pada triwulan II 2017 dengan mencapai 4,00 persen untuk Industri Skala Besar dan Sedang dan 2,50 persen untuk Industri Skala Mikro dan Kecil.

Bila dilihat lagi dari data unit usaha yang dikeluarkan oleh BPS, industri makanan memberikan kontribusi yang tidak kalah signifikan, yaitu sebesar 25 persen atau seperempat dari jumlah unit usaha Industri Skala Besar dan Sedang Industri Manufaktur secara keseluruhan. Bahkan untuk Skala Industri Mikro dan Kecil, industri makanan sangat mendominasi dengan jumlah unit usaha mencapai lebih dari 1,5 juta dari total unit usaha IMK industri manufaktur secara keseluruhan.

“Yang terpenting untuk industri ini adalah ketersediaan bahan baku sehingga mendorong investasi terus tumbuh. Pemerintah telah memberikan kemudahan perizinan usaha bagi pelaku industri termasuk sektor industri kecil dan menengah,” terangnya. industri makanan skala mikro dan kecil mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 3,6 juta orang.

Optimisme pun datang dari Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman terhadap target pertumbuhan industri makanan dan minuman yang dipatok oleh Kementerian Perindustrian, bisa tercapai hingga akhir 2017. Kami berharap, kondisi pasar setelah Lebaran akan kembali meningkat, karena hal tersebut menjadi sinyal tercapainya target pertumbuhan industri makanan dan minuman tahun ini," ujarnya.

Adhi mengungkapkan, selain penurunan daya beli masyarakat, yang juga memengaruhi pertumbuhan industri adalah faktor psikologis kondisi terkini. "Ini faktor psikologis karena banyak orang menunggu peraturan, seperti pajak progesif tanah, pengetatan pengawasan perpajakan setelah tax amnesty," imbuhnya.

Tak hanya itu, menurutnya, banyak pelaku usaha yang menahan diri untuk melakukan investasi dan ekspansi termasuk industri makanan dan minuman. Kendati begitu, Adhi yakin kenaikan upah minimum provinsi (UMP) akan mendorong daya beli masyarakat. “Kenaikan harga komoditas akan menggenjot pertumbuhan banyak perusahaan sehingga daya beli masyarakat juga akan meningkat,” jelasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER