Jumat, 29 Maret, 2024

Hebat, Petani Tomat Milenial di Pangalengan Gunakan Teknologi Komputerisasi

MONITOR,Pangalengan – Industri berbasis teknologi 4.0, kini sudah diterapkan petani sayuran tomat dan timun dataran tinggi di Kecamatan Pangalengan, Bandung. Kegiatan pertananam tidak lagi dilakukan secara manual, tetap sudah dikendalikan dengan menggunakan komputer.

“Iya ini menggunakan green house lengkap dengan sarana penunjangnya untuk ditanam tomat beef, tomat cherry dan baby cucumber. Pertanaman dikendalikan dengan komputer” ujar Marketing Direktor Nudira Farm, Edi Sugiyanto pada kunjungan kerja Direktur Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi di Pangalengan, Jumat (15/3/2019).

Edi Sugiyanto menjelaskan investasi untuk 2.600 m2 green house membutuhkan biaya Rp 1,5 juta per m2. Biaya pokok produksi untuk kedua jenis tomat ini ( beef dan cherry –red) sebesar Rp 4.200 per kg, produksinya mencapai 12 kg per pohon tomat beef dan 48 kg per pohon tomat cherry.

“Harga di petani Rp 22.500 perkg. Jauh lebih untung daripada menanam tomat biasa. Kemudian untuk baby cucumber biaya produksi Rp 2.100 perkg dan harga jual Rp 22.500 perkg, cukup efisien dan harga jual lebih tinggi,” jelas dia.

- Advertisement -

“Buktinya dari membandingkannya dengan harga jual tomat biasa Rp 12.000 per kg dan biaya mencapai Rp 7.000 per kg. Selanjutnya mentimun harga jual Rp 6.000 per kg dengan biaya Rp 3.000 per kg,” sambung Edi.

Lebih lanjut Edi menjelaskan green house 2.600 m2 ini sudah dilengkapi alat pengatur suhu, kelembaban, CO2, pencahayaan, sirkulasi udara. Bahkan nutrisi untuk tanaman disalurkan dengan pipa pipa irigasi tetes dan semuanya termasuk perkembangan tanaman tiap hari dipantau dan dikendalikan komputer yang ada di ruang kontrol.

“Produk yang dihasilaknnya segar, non pestisida. Benihnya sebagian diproduksi sendiri dan sebagian impor dari Belanda. Kualitas bagus, bahkan tingkat brix tomat cherry dapat kita atur sesuai permintaan konsumen, kisaran 9-12 brix. Ini jauh lebih manis dari pada tomat beef,” jelas Edi.

“Pasar tidak ada masalah, demand tinggi, permintaan mencapai 200 ton lebih, kami baru sanggup memasok 109 ton pertahun,” pinta dia.

Nursyamsu pemilik Nudira Farm menambahkan budidaya menggunakan green house ini salah satu contoh bertani berbasis teknologi 4.0. Proses produksi dikontrol dengan komputer.

“Prospek bisnis dan pasarnya bagus, disamping pasar dalam negeri, pasar ekspor juga demand-nya tinggi. Silakan bisa direplikasi di tenpat lain,” tuturnya.

Masih pada kesempatan yang sama, Dirjen Hortikultura Kementan, Suwandi mengatakan komoditas hortikultura termasuk sayuran ini, investasi per hektarnya tinggi dan returnnya jauh lebih tinggi lagi. Akan tetapi, dengan green house ini salah satu contoh budidaya tomat dan timun dengan high technology.

“Mulai dari hulu, onfarm dan hilir didukung dengan komputerisasi. Pasar pun sudsh bermitra dengan tiga trader dan masuk ke supetmarket, hotel dan restoran,” ujarnya.

Oleh karena itu, Suwandi menegaskan pola-pola dengan teknologi ini akan menjadi tren dan favorit di masa depan khususnya bagi generasi muda yakni petani milenial. Produknya disesuaikan selera pasar.

“Bertani tidak perlu becek becek di sawah. Budidaya sejenis ini diminati petani milenial kita,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER