Jumat, 29 Maret, 2024

Waspada, Konsultasi Melalui Medsos kini jadi Modus Baru Trafficking

MONITOR, Jakarta – Kejahatan perdagangan manusia (trafficking), kian hari makin memprihatinkan. Bagaimana tidak, kini perdagangan bayi dilakukan secara online melalui media sosial.

Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi, Ai Maryati Solihah mengatakan, modus trafficking melalui media sosial bukan hal baru. Pasalnya, pada awal 2018 KPAI bersama KPPPA melakukan penelusuran di Kota Medan. Yang mengejutkan, ternyata ada benar orang tua kandung yang mengiklankan anaknya di Facebook untuk dijual.

Yang menarik untuk dicermati, peristiwa ini berawal dari akun instagram yang menampung keluh kesah keluarga antara yang tidak punya anak dan yang tidak menghendaki anak, karena merasa tidak bisa mengurus. Bahkan, hasil hubungan terlarang seolah menjadi peluang derasnya praktik penjualan bayi. Dalam pengakuan admin, ia melakukannya tanpa ada motif mendapat materil, hanya memfasilitasi problem solving dari dua kelompok ini.

Dari hasil koordinasi sementara KPAI dengan Polresta Surabaya, kepolisian sudah mendapati 2 anak yang diperjualbelikan, yakni bayi usia 3 hari, dan bayi 11 bulan. Alasan terjadinya transaksi diungkap, bahwa salah satu pembeli bayi mengatakan ia sudah berumah tangga namun belum mendapat anak.

- Advertisement -

Akhirnya, ia bergabung dengan group instagram tersebut dan  membeli seharga Rp 22 juta pada seorang ibu yang juga menjadi anggota grup tersebut yang sedang terdesak kebutuhan materi, salah satunya untuk membayar arisan.

Dalam kasus lainnya, admin mendapat penyerahan bayi dari seseorang yang diduga mahasiswi yang bingung pasca melahirkan karena hubungannya terlarang dan mendapat bantuan sang admin untuk dicarikan pembelinya. Penelusuran kepolisian terungkap, bahwa ada campur tangan seorang pensiunan Bidan dari Kabupaten Bandung yang membantu persalinan dan menjadi perantara penjualan bayi Terkait penyelenggaraannya, dilakukan di Bali.

Melihat perkembangannya, patut diduga jenis kejahatan trafficking ini tidak berjalan sendiri, melainkan memiliki sindikat yang terorganisisr dalam jual beli bayi. Jika modus tradisonal, bayi diambil langsung di rumah sakit dengan melibatkan tenaga kesehatan, sudah sering kali mudah diungkap.

Seperti peristiwa di Simalungun tahun 2017, 8 bayi dan anak di bawah 10 tahun diperjual-belikan melalui media sosial. Modus konsultasi atau curhat, merupakan trend baru kejahatan perdagangan bayi yang kini harus diwaspadai. Sebab mereka diduga tetap melibatkan sindikat dari kelompok yang berpengalaman di bidang tenaga medis, yang erat aksesnya kepada bayi.

KPAI mengapresiasi Kepolisian Polresta Surabaya telah membongkar dan tetap mendorong untuk mengusut tuntas pengembangan kasus ini sehingga seluruh pelaku dapat ditangkap. Selanjutnya, ancaman pelaku maksimal dalam UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak adalah 15 tahun serta UU ITE pun harus ditegakkan, karena sudah menggunakan layanan media sosial untuk kejahatan trafficking.

Saat ini, anak korban sudah diamankan kepolisian dan selanjutnya berada dalam pengasuhan dinas sosial Surabaya untuk memastikan kondisinya terlindungi dan tetap mendapatkan hak dasarnya serta dalam pengasuhan yang baik.

Tentu peristiwa ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya sosialisasi adopsi anak secara legal, kemudian pencegahan terjadinya kumpul kebo dan pergaulan bebas di masyarakat sehingga praktik pembunuhan bayi, pembuangan bayi, penjualan bayi dapat dicegah sedini mungkin.

Hingga bulan September tahun 2018 data trafficking anak dan didalamnya adalah penjualan anak sudah 52 kasus, sehingga ini menjadi pertanda revitalisasi koordinasi berbagai pihak untuk menyelamatkan anak-anak bangsa, anak-anak penyambung peradaban harus ditingkatkan.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER