Selasa, 16 April, 2024

Penentuan Cawagub DKI lelet, komunikasi Gerindra dan PKS nggak beres?

MONITOR, Jakarta – Sudah menjelang tiga bulan DKI-Jakarta belum memiliki Wakil Gubernur (Wagub). Padahal, pekerjaan pemerintah DKI-Jakarta sangat banyak dalam rangka pelayanan publik bagi seluruh warga DKI-Jakarta. Puluhan kantor dinas dan sejumlah BUMD yang harus dipimpin oleh pasangan Gubernur dan Wagub DKI-Jakarta.

Pengamat Komunikasi Politik, Emrus Sihombing menilai lambatnya penentuan calon wakil gubernur DKI Jakarta yang notabene jatah partai gerindra dan PKS menunjukan proses komunikasi keduanya belum tuntas.

“Karena itu, muncul pertanyaan di tengah mengedepankan pelayanan publik yang prima dari Pemda DKI-Jakarta, mengapa penentuan Wagub begitu lama? Berkaca pada wacana publik yang muncul, jawabannya sederhana, proses komunikasi politik antara Gerindra dan PKS tampaknya masih belum tuntas,” kata Emrus melalui rilis tertulis yang diterima MONITOR, Jum’at (23/11/2018).

Emrus menambahkan, dalam perjalanan dialektika proses komunikasi politik antara Gerindra dan PKS, akhir-akhir ini muncul kesepakatan baru bahwa kandidat Cawagub DKI-Jakarta semua dari kader PKS. “Namun boleh jadi masih harus melalui proses fit and proper test yang dilakukan oleh sebuah tim seleksi dari kedua partai,” terangnya.

- Advertisement -

Dalam pandangan Emrus, bersandar pada logika sederhana saja, bila sudah disepakati bahwa kandidat Cawagub semua dari kader PKS, sejatinya proses pengajuan menjadi otonomi PKS.

Kalaupun dilakukan fit and proper test, lanjut dosen ilmu komunikasi Universitas Pelita Harapan itu sebaiknya berlangsung di internal PKS itu sendiri, karena sudah menjadi otoritas PKS. “Lain halnya bila kandidat tersebut dari gabungan kader Gerinda dan PKS, sangat wajar fit and proper test dilakukan oleh sebuah tim dari kedua partai,” tandasnya.

“Selain itu, sekarang muncul wacana baru. Ada dua sosok yang diwacanakan menjadi anggota tim seleksi dari ajuan Gerindra untuk menunaikan tugas fit and proper test, satu kader partai Gerindra dan satu pakar politik dari luar Gerindra. Sementara sosok anggota tim seleksi dari PKS, belum tampak sekali diwacanakan di ruang publik,” tambahnya.

Emrus menegaskan berdasarkan perbedaan perilaku komunikasi politik yaitu pewacanaan tim seleksi dari Gerindra atau belum tampaknya pewacanaan tim seleksi dari PKS untuk melakukan fit and proper test, dari aspek komunikasi politik, mengandung sarat makna politik. “Selain itu, atas perbedaan tersebut, bisa memunculkan varian pertanyaan dari publik, antara lain, mengapa ada perbedaan tersebut,” katanya.

Merujuk pada komposisi tim seleksi dari Gerindra yaitu satu kader partai Gerindra dan satu pakar politik dari luar Gerindra menurut Emrus menimbulkan pertanyaan lanjutan, apakah PKS mengajukan komposisi yang sama dengan Gerindra dalam tim seleksi. Artinya apakah salah satu anggota tim seleksi ada dari luar PKS.

“Jika PKS membuat susunan tim seleksi seperti Gerindra tersebut, berarti ada kesamaan komposisi. Namun saya berpendapat, komposisi semacam ini harus dilakukan kalkulasi politik secara matang karena mengikutsertakan pihak luar yang seharusnya menjadi urusan internal PKS dan Gerindra,” ujarnya.

Selain komposisi yang diajukan oleh Gerindra, Emrus memperkirakan masih ada dua kemungkinan susunan komposisi tim seleksi. Pertama, tim seleksi murni dari kedua partai. Sama sekali tidak mengikut sertakan pihak luar. Kedua, semua anggota tim seleksi dari luar kedua partai.

Dari salah satu dua kemungkinan yang terakhir ini, dari aspek komunikasi politik yang lebih produktif bagi kedua partai dalam rangka perjuangan politik Pilpres 2019, lebih baik tim seleksi dari kedua partai tanpa melibatkan pihak luar. Sebab, ini sudah menjadi urusan internal kedua partai.

“Selain itu, di partai PKS dan Gerindra memiliki kader-kader luar bisa yang sangat-sangat mumpuni menjadi tim seleksi yang sama sekali tidak kalah kualitasnya dengan dari luar partai,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER