Selasa, 16 April, 2024

Din Syamsuddin Optimis Indonesia Mampu Jadi ‘Problem Solver’ Dunia

MONITOR, Hong Kong – Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban Prof. Din Syamsuddin menjadi pembicara pada The 9th World Chinese Economic Summit (Pertemuan Puncak Ekonomi China) di Hongkong, Senin (13/11) kemarin. 

Ini merupakan agenda tahunan para Tionghoa diaspora dari seluruh dunia, dan telah berkangsung sejak 2008. Pertemuan tersebut pun dihadiri sekitar 350an tokoh Tionghoa diaspora, yang mayoritas terdiri dari para pengusaha.

Pada kesempatan itu, Din Syamsuddin mengatakan bahwa dunia saat ini tengah menghadap kekacauan dan kerusakan akumulatif. Menurutnya, hal ini sebenarnya berpangkal pada Sistem Dunia (World System) yang rancu. 

Kerancuan itu, tandas Din Syamsuddin, menurunkan sub-sub sistem dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang juga mengandung kerancuan. Hal inilah yang memunculkan "ketiadaan damai" dalam bentuk kemiskinan, kebodohan, kesenjangan, ketakdilan, kekerasan dalam berbagai bentuknya, hingga kerusakan lingkungan hidup.

- Advertisement -

"Solusi terhadap kerusakan peradaban dunia tersebut, adalah dengan mengubah Sistem Dunia itu sendiri. Selama ini Sistem Dunia terlalu berwajah antroposentristik (menjadikan manusia sebagai pusat kesadaran), dan kurang berwajah teosentristik (Tuhan sebagai pusat kesadaran)," ujarnya. 

Akibatnya, peradaban dunia kering-kerontang dari nilai-nilai etika dan moral. Dalam bidang ekonomi, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menuturkan, terjadi fenomena yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin, kemudian menciptakan kesenjangan serta ketakadilan. 

Sementara dalam bidang politik, terjadi proses zero sum game, yakni kecenderungan saling menafikan dan mendominasi yang sering menimbulkan konflik. Begitu pula dalam bidang budaya merajalela budaya liberal dan hedonis.

Untuk menanggulangi kerusakan dunia yang bersifat akumulatif, Din menyatakan peran negara atau koalisi negara-negara dengan posisi tengahan (median position) sangat dibutuhkan. 

"Indonesia, dalam hal ini, merupakan negara dengan posisi tengahan dan orientasi jalan tengah (the middle way). Negara-negara dengan watak dan corak seperti ini akan dapat tampil sebagai problem solver atau penyelesai masalah-masalah dunia," tukasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER