Kamis, 25 April, 2024

Penyusunan RPJPN 2025-2045, Prof Rokhmin beberkan Pembangunan Keanekaragaman Hayati Perairan

MONITOR, Jakarta – Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof Rokhmin Dahuri menjadi salah satu pembicara (narasumber) pada Acara FGD Penjaringan Isu dan Solusi Pembangunan Berkelanjutan dalam rangka Penyusunan RPJPN 2025-2045 yang diselenggarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau BAPPENAS di Jakarta, Kamis (26/1/2023).

Pada kesempatan tersebut, mantan menteri kelautan dan perikanan itu menyampaikan sejumlah hal terkait Kebijakan, Strategi, dan Program Pembangunan Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) Perairan Laut dan Tawar secara Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan. Kabijakan pembangunan tersebut yakni kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir dan lautan, dan kegiatan ekonomi di darat (lahan atas)  yang menggunakan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan untuk menghasilkan barang dan jasa (goods and services) yang dibutuhkan umat manusia.

‘Potensi laut Indonesia sangat kaya. total potensi ekonomi sebelas sektor kelautan Indonesia yang meliputi perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, ESDM, pariwisata bahari, perhubungan laut, industri dan jasa maritim, kehutanan pesisir (coastal forestry), sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, dan SDA kelautan non-konvensional., mencapai 1,348 dolar AS per tahun,’ ujarnya.

‘Jumlah tersebut setara  dengan  lima kali lipat APBN 2021 (Rp 2.400 triliun =  190 miliar dolar AS) atau 1,3 Produk Domestik Bruto (PDB)  Nasional saat ini dengan total nilai ekonomi kesebelas sektor itu sekitar 1,4 triliun dolar AS/tahun, hampir 1,4 PDB Indonesia saat ini atau 8 kali APBN 2020,’ jelasnya.

- Advertisement -

Selain itu, lanjut Rokhmin Dahuri, ARLINDO yang secara kontinu bergerak bolak-balik dari S. Pasifik ke S. Hindia juga berfungsi sebagai “nutrient trap” (perangkap unsur hara, seperti nitrogen dan fosfor), sehingga perairan laut Indonesia merupakan habitat ikan tuna terbesar di dunia (the world tuna belt), memiliki marine biodiversity (keanekaragaman hayati laut) tertinggi di dunia, termasuk “Coral Triangle”, dan memiliki potensi produksi lestari (MSY = Maximum Sustainable Yield) ikan laut terbesar di dunia, sekitar 12,5 juta ton/tahun (FAO, 2008; KKP, 2017).

Adapun beberapa program dan kebijakan yang dapat dilakukan terkait dengan potensi tersebut, Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu membeberkan sejumlah hal diantaranya untuk perikanan tangkap, saat ini potensi Lestari Sumber Daya Ikan Perairan Laut Indonesia menurut Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) total potensi lestari SDI Laut Indonesia mencapai 12,54 juta ton, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan/JTB sebesar 80% atau 10,03 juta ton.

“Negara kita juga memiliki potensi besar perikanan tangkat dari perairan darat. Pada 2010-2018, produksi perikanan tangkap perairan darat terus meningkat (rata-rata 9,1% per tahun),” jelas Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu.

Adapun untuk sub sektor perikanan budidaya, Prof Rokhmin Dahuri menegaskan bahwa potensi dan pemanfaatan lahan perikanan budidaya di Indonesia, peluang pengembangan lahan untuk kegiatan perikanan budidaya di Indonesia masih sangat leluasa. Indonesia juga sejak tahun 2009, merupakan peringkat ke-2 sebagai produsen akuakultur terbesar dunia.

“Pada 2011-2020, produksi perikanan tangkap laut terus meningkat (rata-rata 2,1% per tahun). Mulai 2015 potensi SDI laut meningkat, namun tingkat pemanfaatan menurun,” ujarnya.

Prof. Rokhmin Dahuri melanjutkan, Indonesia memiliki potensi produksi perikanan terbesar di dunia, sekitar 115,63 juta ton/tahun, yang hingga kini baru dimanfaatkan sekitar 16%. Pada 2020 baru diproduksi (dimanfaatkan) sekitar 22,55 juta ton atau 19,5% total potensi produksinya.

Adapun Domain Bioteknologi Kelautan, terangnya, meliputi; Pertama, ekstraksi senyawa bioaktif (bioactive compounds/natural products) dari biota perairan untuk bahan baku bagi industri nutraseutikal (healthy food & beverages), farmasi, kosmetik, cat film, biofuel, dan beragam industri lainnya.

Kedua,  Genetic engineering untuk menghasilkan induk dan benih ikan, udang, kepiting, moluska, rumput laut, tanaman pangan, dan biota lainnya yang unggul. Ketiga, Rekayasa genetik organisme mikro (bakteri) untuk bioremediasi lingkungan yang tercemar. Keempat, Aplikasi Bioteknologi untuk Konservasi.

“Sampai sekarang, pemanfaatan Bioteknologi Kelautan Indonesia masih sangat rendah (< 10% total potensinya). Selain itu, banyak produk industri bioteknologi kelautan yang bahan baku (raw materials) nya dari Indonesia diekspor ke negara lain dan negara pengimpor memprosesnya menjadi beragam produk akhir (finished products) seperti farmasi, kosmetik, dan healthy food and bevareges lalu diekspor ke Indonesia.  Contoh: gamat, squalence, colagen, minyak ikan, dan Omega-3,” tandas Dosen Kehormatan Mokpo National University Korea Selatan itu.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER