Jumat, 29 Maret, 2024

Kehadiran Habib Rizieq Dinilai Mampu Akomodir Kepentingan Umat

MONITOR, Jakarta – Kepulangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS), ke Indonesia pada Selasa, 10 November 2020 lalu disambut antusias sangat tinggi oleh para simpatisan dan pendukungnya, dimulai dari kedatangan HRS di bandara Soekarno-Hatta hingga diantar menuju kediamannya di Petamburan, Jakarta Pusat. Fenomena langka ini bahkan menjadi ‘headline’ di sejumlah pemberitaan nasional dan bahkan media internasional.

Dibalik sisi kontroversialnya, eksistensi HRS menjadi simbol gerakan sosial yang mengusung identitas keislaman. Founder Madani Connection for Islamic World and Societies, Saefudin Zuhry, mengatakan  kehadiran petinggi FPI ini dalam panggung politik Tanah Air sarat kepentingan dan dianggap dapat mengakomodir kepentingan umat.

“HRS dinilai mampu menampilkan representasi kalangan kelas menengah-kebawah dengan menyuarakan aspirasi isu kesejahteraan dan ekonomi, yang saat ini dianggap belum terakomodir oleh pemerintah. Terlebih, saat ini kelompok oposisi hadir melalui representasi mayoritas muslim Indonesia dan didominasi oleh kalangan kelas ekonomi menengah-kebawah,” kata Saefudin Zuhry dalam kegiatan focus group discussion (FGD) menyoal ‘Kepulangan  Habib Rizieq, Demokrasi dan Perilaku Sosial Muslim Indonesia, yang digelar Madani Connection, Senin (30/11/2020).

Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Krisnadwipayana ini menambahkan, kepopuleran HRS akan sirna apabila muncul adanya tiga faktor utama yang dapat menandingi isu-isu yang dibawa olehnya. Pertama, muncul tokoh alternatif muslim yang mampu mewakili kepentingan dan identitas Islam selayaknya yang ditampilkan oleh HRS. Kedua, menguatnya institusi atau lembaga keislaman yang dapat berperan sebagai oposisi pemerintah. Terakhir, perilaku sosial muslim Indonesia yang tidak terpengaruh untuk menglorifikasi kehadiran sosok HRS.

- Advertisement -

Menyinggung perilaku sosial Muslim Indonesia, Dosen dan Sosiolog Universitas Krisnadwipayana Abdullah Sumrahadi menganggap tingginya antusiasme umat Islam di Indonesia terhadap HRS sangat wajar terjadi, terlebih melihat perilaku masyarakat Muslim di Indonesia sangat beragam.

“Tidak menutup kemungkinan, (fenomena) yang terjadi seperti itu menjadi penyeimbang demokrasi dengan menghadirkan sosok-sosok yang kompeten dan sangat dibutuhkan, dan setiap jaman selalu menghadirkan sosok seperti itu, tokoh seperti itu,” kata Abdullah Sumrahadi.

Keberadaan HRS dan para pengikutnya juga ‘dimanfaatkan’ untuk mewarnai percaturan sosial politik Tanah Air. Abdullah mengatakan fenomena tersebut sudah dilakukan beberapa tahun terakhir. Bahkan ia menilai, peran para ulama dan umat muslim hari ini hanya dimanfaatkan sebagai upaya perekat umat ketika ada masalah. Sedangkan aspirasi umat sejauh ini seringkali dikesampingkan.

“Bagaimana komunitas ini dimainkan, peran-peran ulama tersebut dimainkan, dan dijadikan agregator untuk memperoleh suara,” imbuh pendiri Jaringan Islam Berkemajuan (JIB).

Selanjutnya, Dosen Universitas Darul Ulum Jombang Mubarok Muharom, memaparkan hubungan HRS dan ormas FPI di dalam percaturan politik Indonesia. Ia menegaskan persepsi bahwa HRS merupakan imam besar umat muslim Indonesia, hanya sebatas klaim dikarenakan secara fakta di lapangan kenyataannya pengikut HRS ini lebih banyak datang dari wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat, bukan Indonesia keseluruhan.

Kendati demikian, ia mengakui posisi HRS semakin kuat dengan adanya panggung politik aksi bela Islam 212 yang berhasil memenjarakan Ahok, atas kasus pidana penistaan agama, sehingga HRS dianggap sebagai simbol oposisi yang bergerak sebagi pejuang keislaman di Indonesia.

“Sosok HRS yang diklaim memiliki kemiripan dengan Ayatoullah Khomeini di Iran merupakan klaim yang sepihak. Sosok Khomeini memiliki riwayat perjuangan yang terlampau lama, yaitu 18 tahun, kemudian Khomeini juga melawan rezim pemerintahan otoriter Iran saat itu. Perjuangan Khomeini juga didukung oleh banyaknya pihak oposisi dari rezim otoriter di Iran, yaitu Shah Reza Pahlevi. Kemudian yang menjadi dasar pembedanya adalah Khomeini selalu berkonsultasi dengan kaum intelektual Iran yang berlatarbelakang pendidikan di Barat seperti Ali Sharia’ti. Sehingga sosok HRS terlampau jauh berbeda bila disandingkan dengan sosok Khomeini di masa modern kali ini,” terangnya.

Sebagai informasi, FGD ini merupakan ajang silaturahim antara kader lintas Ormas Islam Indonesia dan pengenalan lembaga Madani Connection for Islamic World and Societies. Madani Connection merupakan lembaga yang fokus pada pengkajian dan penelitian dengan basis riset. Madani Connection juga bergerak sebagai katalisator dan lembaga edukasi terkait isu-isu di dunia Islam yang cakupannya tidak hanya nasional namun juga menyasar pada dunia Islam Internasional.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER