Selasa, 16 April, 2024

Pemerintah Komitmen Kembangkan Sumber Energi Terbarukan

MONITOR Jakarta –Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyatakan, saat ini di Indonesia telah beroperasi 8,9 Giga Watt (GW) Pembangkit Energi Terbarukan. Ia menuturkan, pemerintah berkomitmen untuk membangun lebih banyak lagi, dengan mengoptimalisasi berbagai sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) dan juga mengimplementasikan konservasi energi.

Pemerintah, terang Arcandra, telah menyiapkan sejumlah kebijakan untuk mempercepat pemanfaatan EBT dan menumbuhkan iklim investasi. 

"Beberapa kebijakan juga mengatur insentif fiskal dan non fiskal untuk menarik investor. Usaha-usaha tersebut dilakukan untuk mencapai target bauran energi dari Energi Terbarukan sebesar 23% di tahun 2025," tambah Arcandra.

Arcandra juga mengungkapkan bahwa perkembangan pemanfaatan EBT di Indonesia kini semakin masif, hal tersebut dibuktikan dengan bertambahnya jumlah perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) EBT yang ditandatangani di tahun ini. 

- Advertisement -

"Tahun sebelumnya, 2016, yang tanda tangan PPA dengan PT PLN (Persero) berjumlah 16, tahun ini kita sudah tanda tangan 68 PPA, ditambah Pak Menteri kemarin menyaksikan penandatanganan 3 Letter of Intent (LoI) di Perancis. Artinya, Pemerintah sangat mendorong pengembangan Energi Terbarukan, walaupun ada kendala-kendala itu. Semua kendala sebisa mungkin kita carikan solusinya," tutur Arcandra.

Arcandra mengemukakan prioritas Pemerintah saat ini adalah untuk memenuhi kebutuhan energi, terutama akses kelistrikan di seluruh Indonesia serta memperkuat ketahanan dan kedaulatan energi Nasional. 

Untuk mencapai ketahanan dan kedaulatan energi tersebut, kebijakan energi Pemerintah berfokus kepada kepada 5 pilar penting, yakni peningkatan rasio elektrifikasi, distribusi yang merata serta harga yang terjangkau, dan keberlanjutan. "Yang keempat adalah investasi yang kondusif dan pertumbuhan ekonomi, dan kelima adalah tata kelola pemerintahan yang baik serta penyederhanaan birokrasi dan perizinan," lanjutnya.

Saat ini, lanjut Arcandra, salah satu tantangan dalam pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia adalah bunga bank yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bank asing. 

"Secara garis besar, bank lokal memberikan interest rate sekitar 10-11 persen, kalau dari luar negeri itu ada menawarkan bunga bank di bawah 5%, ada yang mengatakan 2% hingga 3%," terang Arcandra.

"Namun demikian kita juga harus hati-hati melihat apakah yang ditawarkan itu persyaratannya seperti apa. Ada yang mempersyaratkan ini merupakan export credit, ada yang mempersyaratkan teknologi sekian persen dari negara pemberi pinjaman, dan ini harus kita lihat satu persatu case-nya. Kita berharap masalah pendanaan ini, ini challenge, bukan sebuah kendala yang besar karena apa, karena sudah 68 kita tanda tangan PPA," lanjutnya.

Untuk memberikan solusi kepada pembiayaan pengembangan EBT dalam negeri, Arcandra telah menemui beberapa lembaga pendanaan dan mengusahakan adanya persyaratan yang memudahkan pengembang dalam negeri. 

"Beberapa kesempatan saya coba untuk mengumpulkan lender dari luar, dan menanyakan berapa mereka bisa menawarkan interest rate.  Sudah beberapa kali pertemuan, bertemu World Bank, lender-lender dari Eropa, namun demikian memang ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Dalam rangka memenuhi persyaratan ini kadang-kadang persyaratannya terlalu ketat. Nah ini kita sedang usaha, ada tidak, atau bisa tidak, persyaratan itu yang mengakibatkan pengembang-pengembang EBT dalam negeri bisa memanfaatkan dana luar yang berbunga rendah," pungkas Arcandra.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER