Jumat, 29 Maret, 2024

PSHK Minta KPK Segera Periksa Novanto

MONITOR, Jakarta – Ketua DPR RI, Setya Novanto resmi ditetapkan kembali sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan tindak pidana korupsi e-KTP. Lembaga anti rasuah tersebut juga pada Rabu (15/11) telah melakukan pemanggilan terhadap tersangka namun dengan alasan kesibukan yang bersangkutan kembali mangkir. 

Sehingga pada Rabu malam, KPK mendatangi kediaman Novanto untuk melakukan upaya jemput paksa. Lagi-lagi, usaha KPK ini gagal karena hingga Novanto tidak diketahui keberadaannya. 

Menaggapi hal itu, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Ginting berpendapat upaya penjemputan paksa Setya Novanto adalah langkah tepat. Mengingat hingga hari ini sudah tercatat tiga kali KPK berusaha menghadirkan Setya Novanto untuk diperiksa sebagai tersangka kasus e-KTP.

"Yang pertama saya kira yang paling penting untuk didorong yaitu agar KPK segera memeriksa kembali yang bersangkutan. Jadi perlu pemeriksaan secara detil termasuk pemeriksaan secara medis," terang Miko saat dikonfirmasi Monitor, Jumat (17/11).

- Advertisement -

Terlebih lanjut Miko, soal kondisi terkini yaitu kecelakaan yang dialami Novanto terakhir dengan berbagai kejanggalannya, posisi KPK yang mendaftarkan status Novanto dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dengan status buron menjadi tepat. Perlu pengecekan kebenaran akan kondisi dan keberadaan yang bersangkutan. 

"Selain memasukkan dalam status DPO, KPK seharusnya juga meminta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk mengawal proses pengecekan ini secara lebih lanjut," terang Miko.

Atas sikap Novanto ini, menurut Miko sepatutnya DPR secara kelembagaan menunjukkan posisinya. Dengan berkali-kali mangkir dari kewajibannya untuk diperiksa KPK selaku tersangka, Setya Novanto tidak menunjukkan teladan yang sepatutnya sebagai ketua DPR. Ditambah dengan kejadian terkini yang mana berbarengan dengan situasi dimana Novanto hendak dijemput oleh KPK, patut dipertanyakan itikad baiknya dalam menjalankan kewajibannya sebagai warga negara yang taat hukum. 

"Sehubungan dengan fakta-fakta di atas, PSHK berpendapat bahwa sebaiknya  DPR sesegera mungkin memfungsikan MKD untuk mengambil sikap terhadap SN. Tujuan menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Mangkir hingga berkali-kali hingga menghilang saat dijemput paksa oleh KPK harus disikapi sebagai pengabaian kewajiban hukum seorang anggota DPR," imbuh Miko.

Dikatakan Miko, Kode Etik dalam pasal 2 mencantumkan bahwa ‘Anggota bertanggung jawab mengemban amanat rakyat, melaksanakan tugasnya secara adil dan mematuhi hukum”. "Dengan pertimbangan ini, MKD perlu mengadakan sidang untuk memutuskan sikap mereka atas perilaku yang ditunjukkan oleh Novanto," ujarnya.

Proses persidangan oleh MKD ini tidak mengesampingkan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan sidang pengadilan nantinya terhadap SN. Proses pengusutan oleh KPK adalah proses yang berbeda dengan proses di MKD. Dalam konteks ini, MKD berfungsi untuk menjaga marwah dan kepercayaan publik terhadap institusi DPR. Proses peradilan terhadap SN sudah mulai berjalan dan seharusnya tetap berjalan secara transparan dan akuntabel.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER