"…pemerintah dalam hal ini rumah sakit dan BPOM menghentikan peredaran PCC…"
Jelas, mengonsumsi obat-obatan perlu manajemen yang tepat. Tapi saya serius mempertanyakan kemungkinan menghentikan peredaran PCC.
Paracetamol dan Cafein adalah zat yang bisa dibeli bebas (bahkan di kedai simpang jalan) dan amat-sangat banyak terkandung dalam obat-obat tanpa resep dokter (over the counter medicine).
Hanya Carisoprodol yang kini hanya bisa dibeli dengan resep dokter. Dulunya, Carisoprodol pun bs dibeli bebas, seperti juga Dextromethorphan.
Nah, anggaplah CPP di seluruh muka bumi dibakar habis. Tapi siapapun, termasuk anak-anak tetap bisa membeli Paracetamol dan Cafein secara terpisah. Bahkan dengan membeli Paracetamol-pun sudah cukup, karena Cafein bisa diperoleh lewat kopi dan teh kelat.
Lagi pula, berapa jumlah korban CPP? Bandingkan dengan jumlah anak-anak pecandu rokok dan perokok pemula.
Di Kendari dikabarkan ada puluhan anak terkapar CPP. Di Indonesia, Atlas Pengendalian Tembakau di ASEAN menemukan, setidaknya 30% anak Indonesia mulai merokok sebelum usia 10 tahun. Jumlah itu setara dengan 20 juta anak.
Baguslah kita risau melihat anak-anak yang rusak akibat menenggak CPP. Persoalannya, setarakah kerisauan kita melihat pertumbuhan jumlah perokok anak yang angkanya sedemikian gila-gilaan? Hayo, pegiat perlindungan anak yang sekaligus perokok kelas kakap bagaimana mau menyikapinya?