Jumat, 29 Maret, 2024

KPAI, BNN dan INL Satukan Persepsi dalam Pemberantasan Narkoba

MONITOR, Jakarta- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan kerjasama dengan BNN dan INL (Bureau of International Narcotics and Law Enforcement Affairs) untuk memberikan kesamaan persepsi dan pemahaman secara optimal terhadap penanganan penyalah gunaan obat serta ketergantungan obat yang terkoordinasi lintas negara. 

Adapun kerjasama tersebut merupakan sebuah bagian support dan perjuangan internasional dalam mengatasi permasalahan terkait kejahatan narkoba. Acara yang berlangsung selama 2 hari  (Selasa /Rabu,  20-21 Maret 2018) di Salah satu Hotel di bilangan Jakarta Pusat. 

Untuk diketahui, regenerasi pasar tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan juga di negara-negara lain. Workshop ini mencoba mengangkat solusi-solusi yang telah dilakukan oleh beberapa negara lain, agar penanganan pada korban, pemakai dan pengedar dapat dilakukan secara lebih efektif. 

Dalam hal ini KPAI menjadi sangat berkepentingan terlibat, karena jumlah anak Indonesia yang menjadi korban ini semakin bertambah.

- Advertisement -

Komisioner KPAI bidang Kesehatan dan NAPZA Sitti Hikmawatty menuturkan penanganan hukum untuk pengedar narkoba hanya dengan pemutusan hukuman penjara bukan hal yang efektif menjadi pilihan dari banyak negara. 

Menurutnya, Hasil pengamatan UNODC  (United Nation Office in Drug and Crime) sebuah badan pengawasan obat dan kejahatan yang terkait obat, dan berada di bawah WHO, selama 2015-2017 terjadi kenaikan tahanan penjara rata-rata 186 %. Bahkan di US pasca AS dibanjiri narkoba pada tahun 80 an,  terjadi kenaikan populasi penghuni penjara dari rata-rata 200.000  (1970) menjadi 2.000.000  (2005).

Hasil survei ini juga menyatakan bahwa dari 100 % yang terpapar penyalahgunaan narkoba dan mendapat hukuman penjara, ternyata 95 % dari mereka tetap kembali mengkonsumsi Narkoba, setengah dari mereka ditangkap kembali dalam 1 tahun pertama setelah keluar dari penjara, dua pertiga di antaranya tetap akan ditangkap pada 2 sampai 3 tahun kemudian. 

“Bahwa mayoritas pecandu narkoba ini akan sulit untuk sembuh sama sekali meskipun mereka sudah lepas dari Narkoba akibat telah terjadi kerusakan otak yang sulit dikembalikan menjadi normal,” kata Hikmawati kepada MONITOR, Rabu (21/3).

Dengan begitu, apabila melihat tingginya angka relapse  (kekambuhan)  Hikmah menyepakati bahwa pemberian hukuman penjara menjadi tidak efektif karena efek jera yang diharapkan dari pemberian hukuman tersebut menjadi tidak tercapai. 

“Para pecandu meski sudah di penjara masih tetap bisa mengkonsumsi zat haram tersebut, di sisi lain bagi pecandu awal, institusi penjara malah seolah berfungsi seperti sekolah baru tempat mereka belajar mendapatkan narkoba dan lainnya secara lebih baik,” paparnya.

Untuk itu kerjasama yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut memunculkan semangat dalam melakukan pendekatan pidana melalui Pengadilan Khusus Untuk Narkoba dengan belajar dari pengalaman negara- negara lain. Melihat dari evidence base yang telah dilakukan oleh negara lain tersebut, Hikmah mengatakan KPAI akan mendalami lebih lanjut. 

"Kita sudah memiliki Sistem Peradilan Pidana khusus untuk anak, pada banyak kasus, hal ini sangat membantu untuk menjaga terlaksananya kepentingan terbaik bagi  anak,” tandasnya.

“Jika memang Sistem Peradilan Pidana Khusus untuk Narkotik ini akan berdampak baik pada anak, tentu KPAI akan mendukungnya, tapi semua ini kan harus sejalan dengan UU lain yang lebih tinggi, jadi kami akan dalami lagi serta berkoordinasi dengan pihak terkait. Tapi kami menyadari adanya keterbatasan tempat rehabilitasi ini juga menjadi sebuah pertimbangan khusus. Jadi Insya Allah, KPAI akan segera lakukan kajian yang intensif" pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER