Kamis, 25 April, 2024

Perguruan Tinggi Didorong Bentuk Tim Penanganan Kekerasan Seksual

MONITOR, Jakarta – Dua Kasus pelecehan perempuan dan anak terjadi tak berselang lama. Pertama kasus pelecehan dosen di UI dan pencabulan anak di bawah umur di Padang.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melalui Catatan Tahunan (CATAHU) untuk tahun 2020, selama 12 tahun sejak tahun 2008 hingga 2019 kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792 persen (hampir 800 persen).

Bagi korban tentu menjadi pukulan keras, baik mental dan fisik. Lantas, apa perlindungan yang didapatkan bagi korban?

Komnas Perempuan merekomendasikan perguruan tinggi di Indonesia untuk membuat tim yang menangani kasus kekerasan seksual berbasis gender di lingkungan kampus. Hal tersebut diungkapkan Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor.

- Advertisement -

“Kami merekomendasikan kepada perguruan tinggi untuk bisa membentuk tim yang melakukan penanganan kekerasan seksual di kampus,” katanya.

Maria menjelaskan bahwa tim tersebut dapat bertugas dalam memastikan korban kekerasan seksual di lingkungan kampus memperoleh perlindungan yang komprehensif.

Selain itu, dia berharap mereka mampu menyediakan crisis center yang bersistem rujukan. Ia menyarankan di dalam crisis center itu menggunakan sistem rujukan supaya ada rujukan rumah sakit, rujukan psikolog, ada juga ke LPSK, dan penanganan-penanganan serta pendampingan hukumnya.

Menurut dia, crisis center yang bersistem rujukan itu perlu karena tidak semua perguruan tinggi memiliki fakultas hukum, fakultas psikologi, ataupun tenaga ahli dalam menangani kasus kekerasan seksual.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER