Kamis, 25 April, 2024

LIPI dan UNESCO Optimalkan Hasil Riset Kebijakan Terkait Pengurangan Resiko Bencana

MONITOR, Jakarta – Pengurangan resiko bencana dan perlindungan sosial  secara terpadu menjadi inti pembahasan dalam workshop. Hal ini terkait dengan kondisi Indonesia yang secara geologi dan geografi rentan terhadap bencana alam dan manmade, padahal jumlah penduduk yang terekspose (terpapar) dan beresiko menghadapi bencana sangat besar, termasuk penduduk yang tinggal di wilayah pesisir.

Berbagai jenis bencana (seperti: gempa bumi, banjir dan rob, tanah longsor, kekeringan, kebakaran/asap dan angin putting beliung) sering terjadi dan frekuensinya semakin meningkat di hampir seluruh wilayah negeri ini, rata-rata 10 persen dalam 10 tahun terakhir (BNPB, 2014). Bencana mengakibatkan banyak sekali korban jiwa, terutama kelompok rentan, seperti anak-anak, lansia, penyandang disabilitas dan perempuan.

 
Deputi Bidang IPSK LIPI, Tri Nuke Pudjiastuti mengatakan Indonesia, baik secara geologis, hidrologis, klimatologis, maupun ekologis sangat rentan terhadap bencana, dimana sebagian besar penduduknya terpapar pada resiko terkena bencana.

“Bencana terjadi karena akumulasi faktor yang didominasi oleh faktor antropogenik dan dipicu oleh faktor alam, seperti cuaca ekstrim perubahan lingkungan dan perubahan iklim,” ujar Tri Nuke.

- Advertisement -

“Sejalan dengan Agenda 2030 –Sustainable Development Goals/SDGs2030, yang diadopsi oleh UN General Assembly pada September 2015, MOST Indonesia mendukung pentingnya mengelola transformasi sosial melalui strategi dan komunikasi yang jelas dan efektif dalam bentuk koordinasi dan kerjasama berbagai stakeholders,” lanjutnya.

Pencapaian target tersebut dilakukan melalui kegiatan strategis, yaitu = Enchancing Social Inclusion through Public Policy on Disaster Risk Reduction (DRR) and Social Protection within DRR In The Context of Social Inclusion In Coastal Community.
 
Workshop kali ini membahas beberapa hal, yaitu integrasi antara perlindungan sosial dan pengurangan risiko bencana di wilayah pesisir Indonesia. Lalu ada pembahasan analisis kebijakan terkait dengan pengurangan risiko bencana yang inklusif dan laboratorium untuk mendesain kebijakan inklusif yang telah dikembangkan oleh UNESCO.

Kemudian, ada pula pembahasan Disaster Risk Reduction (DRR) atau Pengurangan Resiko Bencana sangat penting dilakukan di Indonesia. DRR adalah suatu konsep dan praktek pengurangan resiko bencana melalui upaya-upaya sistematik untuk mengurangi faktor-faktor penyebab terjadinya bencana yang kompleks, melibatkan faktor alam dan manusia.

DRR merupakan upaya persiapan/kesiapsiagaan  yang  dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan stakeholders sebelum terjadi bencana. Pengurangan resiko bencana juga dilakukan melalui perlindungan sosial oleh pemerintah dengan berbagai kebijakan dan program yang telah dikeluarkan untuk kelompok rentan dan miskin yang mempunyai kapasitas adaptasi yang rendah.
 
Workshop ini juga membahas frameworkuntuk menganalisis kebijakan publik secara inklusif menggunakan Analytical Framework for Policy Design yang telah dikembangkan oleh UNESCO Office.Frameworini digunakan untuk pengembangan kebijakan inklusif pengurangan resiko bencana dan perlindungan sosial di Indonesia. Tooltersebut diharapkan dapat menjawab permasalahan bencana yang kompleks, seperti dampak perubahan iklim dan upaya mengurangi resiko fenomena alam dengan mengintegrasikan faktor alam dan sosial ekonomi dengan pendekatan sustainability science.
 
Sebagai narasumber pada kegiatan tersebut adalah Prof. Dr. H. Arief Rachman (KNIU), Shahbaz Khan, Ph.D (Direktur dan Representative UNESCOOffice Jakarta), Irakli Khodeli (UNESCOOffice Jakarta), Dr. Alexander Hauschild, Dr. Deny Hidayati (Pusat Penelitian Kependudukan LIPI). Hadir pada kegiatan tersebut peneliti, akademisi, Komite Nasional MOST, dan Kementerian/Lembaga terkait.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER